Yogyakarta, zekriansyah.com – Bagi para penggemar Manchester United, kekalahan bukanlah hal baru. Namun, ada beberapa kekalahan yang rasanya lebih dari sekadar hasil pertandingan, melainkan sebuah aib terbesar Manchester United. Salah satunya adalah ketika Setan Merah tersingkir dari Piala Liga Inggris usai takluk dalam drama adu penalti maraton melawan tim kasta keempat, Grimsby Town. Momen ini bukan hanya mengejutkan, tapi juga memicu perdebatan sengit tentang kondisi tim dan masa depan mereka. Mari kita selami lebih dalam mengapa kekalahan ini begitu membekas dan apa saja borok yang terungkap di baliknya.
Malam Horor di Blundell Park: Unggul Statistik, Kalah Mental
Pertandingan putaran kedua Carabao Cup 2025/2026 yang berlangsung di markas Grimsby, Blundell Park, pada Kamis (28/8/2025) dini hari WIB, adalah mimpi buruk yang nyata bagi Manchester United. Walaupun Manchester United menurunkan beberapa pemain inti seperti Harry Maguire, Diogo Dalot, hingga Matheus Cunha, mereka kesulitan menghadapi permainan tim League Two tersebut.
Secara statistik, Manchester United sebenarnya sangat dominan. Mereka mencatatkan 28 tembakan dengan 9 di antaranya tepat sasaran, serta menguasai bola hingga 70,3 persen. Bandingkan dengan Grimsby Town yang hanya membukukan 10 tembakan (4 tepat sasaran) dan 29,7 persen penguasaan bola. Namun, sepak bola terkadang tidak selalu tentang angka.
Grimsby justru membuat kejutan dengan unggul 2-0 terlebih dahulu di babak pertama. Gol Charles Vernam di menit ke-22 dan Tyrell Warren di menit ke-30 membawa kegembiraan bagi tuan rumah. Gol kedua Grimsby bahkan tak lepas dari blunder fatal kiper Andre Onana yang salah mengantisipasi umpan silang lawan. United baru bisa bangkit di babak kedua melalui gol Bryan Mbeumo di menit ke-75 dan sundulan penyelamat Harry Maguire di menit ke-89. Skor 2-2 bertahan hingga waktu normal usai, memaksa pertandingan dilanjutkan ke adu penalti yang menegangkan.
Drama Adu Penalti yang Penuh Air Mata: 12-11 untuk Grimsby
Babak tos-tosan ini menjadi puncak drama yang tak terlupakan. Adu penalti berlangsung sangat panjang, hingga kedua tim harus menurunkan 13 penendang. Manchester United sempat berada di atas angin ketika eksekutor ketiga Grimsby, Clarke Oduor, gagal. Namun, keberuntungan berbalik arah.
Matheus Cunha, yang menjadi eksekutor kelima dan bisa saja mengunci kemenangan MU, gagal menjalankan tugasnya. Tendangannya terlalu mudah dibaca kiper Grimsby, Christy Pym. Setelah itu, para algojo dari kedua tim terus berhasil, hingga pertandingan memasuki fase sudden death yang semakin mencekam.
Pada akhirnya, nasib buruk menimpa Bryan Mbeumo, yang sudah mencetak gol penyama kedudukan di waktu normal. Sebagai eksekutor ke-13, tendangan kedua Mbeumo membentur mistar gawang. Seketika, sorak sorai pendukung Grimsby pecah, menandai kemenangan sensasional 12-11 mereka atas raksasa Premier League. Ribuan suporter langsung menyerbu lapangan, merayakan malam dongeng yang tak akan mereka lupakan.
Mengapa Kekalahan Ini Begitu Memalukan bagi Manchester United?
Kekalahan ini bukan sekadar hasil buruk biasa, melainkan cap sebagai aib terbesar Manchester United kalah adu penalti di mata banyak pihak. Ada beberapa faktor yang membuat kekalahan ini terasa begitu menyakitkan dan memalukan.
Perbedaan Kasta dan Nilai Pasar Tim yang Jomplang
Grimsby Town adalah tim yang berkompetisi di League Two, kasta keempat dalam piramida sepak bola Inggris. Bayangkan, tim sekelas Manchester United, salah satu klub paling bergengsi di dunia, takluk dari tim yang jauh di bawah mereka. Ironisnya lagi, nilai pasar skuad Grimsby hanya sekitar Rp 62,57 miliar, bahkan lebih murah dibandingkan beberapa klub di Super League Indonesia. Perbandingan ini semakin membuat kekalahan tersebut terasa seperti tamparan keras bagi kebesaran nama Manchester United.
Bintang Baru Jadi Biang Kerok?
Manchester United musim ini mendatangkan beberapa pemain baru dengan harapan bisa membawa perubahan dan energi positif. Matheus Cunha dan Bryan Mbeumo adalah dua di antaranya, yang diharapkan menjadi penentu kemenangan. Namun, dalam drama adu penalti krusial ini, justru mereka berdua yang gagal mengeksekusi tendangan penalti.
Kegagalan Cunha dan Mbeumo menunjukkan betapa besar tekanan ekspektasi yang mereka pikul. Meskipun memiliki kemampuan teknis yang mumpuni, momen adu penalti adalah ujian mental yang sesungguhnya. Tekanan sorotan publik dan konsekuensi bagi tim bisa membuat pemain sekelas mereka pun kehilangan konsentrasi di titik krusial.
Borok yang Semakin Terbuka: Blunder Kiper dan Taktik Pelatih
Kekalahan ini seolah menjadi puncak gunung es dari berbagai masalah yang sudah lama mengakar di dalam tim. Blunder Andre Onana yang berujung pada gol kedua Grimsby menambah daftar panjang performa kiper yang tidak konsisten musim ini. Lini pertahanan terlihat rapuh, sementara lini tengah seringkali kalah dominan.
Pelatih Ruben Amorim juga tidak luput dari sorotan. Banyak kritik mengarah pada sikap keras kepalanya yang terus memaksakan formasi 3-4-3, meskipun skema ini berkali-kali terbukti tidak efektif. Setelah pertandingan, Amorim bahkan memberikan komentar yang terkesan melempar tanggung jawab kepada para pemainnya:
“Ketika Anda bermain melawan tim dari divisi empat, ini bukan tentang kiper, ini tentang segalanya. Ini tentang lingkungan, tentang cara kami menghadapi sebuah kompetisi,” ujar Ruben Amorim. “Para pemain saya telah berbicara untuk saya dengan sangat keras hari ini.”
Komentar ini, ditambah dengan nyanyian “Anda akan dipecat besok pagi!” dari suporter Grimsby, semakin menyoroti posisi Amorim yang kini berada di ujung tanduk. Statistiknya sebagai manajer Manchester United juga mengkhawatirkan, dengan rasio kemenangan terburuk pasca era Sir Alex Ferguson.
Kesimpulan
Kekalahan adu penalti dari Grimsby Town adalah salah satu aib terbesar Manchester United dalam sejarah klub. Ini bukan hanya tentang skor, tetapi tentang bagaimana sebuah tim raksasa dengan sumber daya melimpah bisa takluk dari tim kasta bawah karena serangkaian blunder, kegagalan di momen krusial, dan masalah internal yang terus menggerogoti. Momen ini menjadi pelajaran berharga bahwa kebesaran nama tidak menjamin kemenangan, dan mentalitas serta persiapan matang adalah kunci di setiap pertandingan. Semoga kekalahan memalukan ini bisa menjadi titik balik bagi Manchester United untuk berbenah dan kembali ke jalur yang seharusnya.