Bayangkan ini: sebuah benda di luar angkasa yang sudah puluhan tahun dinyatakan “mati” atau tidak berfungsi, tiba-tiba mengirimkan sinyal radio yang sangat kuat. Kedengarannya seperti cerita fiksi ilmiah, bukan? Tapi, ini benar-benar terjadi pada salah satu satelit tua milik NASA!
Kejadian aneh ini sempat bikin heboh para ilmuwan dan pengamat luar angkasa. Satelit yang dimaksud adalah Relay 2, sebuah peninggalan dari era awal eksplorasi antariksa. Nah, artikel ini akan membongkar misteri di balik sinyal mendadak dari satelit yang ‘tewas’ ini, apa saja kemungkinan penyebabnya, dan pelajaran penting apa yang bisa kita ambil dari fenomena yang bikin penasaran ini. Jadi, siapkan diri Anda untuk menyelami sedikit rahasia alam semesta!
Satelit Relay 2: Dari “Mati Suri” ke Sinyal Misterius
Satelit Relay 2 adalah salah satu dari dua satelit komunikasi eksperimental yang diluncurkan NASA. Yang pertama meluncur pada tahun 1962, dan Relay 2 sendiri diluncurkan pada tahun 1964. Fungsinya dulu adalah untuk percobaan komunikasi di luar angkasa. Namun, operasionalnya tidak berlangsung lama. Setelah sekitar satu setengah tahun beroperasi, satu-satunya stasiun bumi yang bisa berkomunikasi dengannya, yaitu Stasiun Mojave Desert, dialihkan untuk mendukung program satelit lain.
Sejak Juni 1967, transponder Relay 2 berhenti merespons sinyal dan sejak saat itu dianggap sudah tidak aktif, alias “mati”. Selama lebih dari 55 tahun, satelit ini hanya menjadi artefak sunyi yang mengorbit Bumi, tanpa ada tanda-tanda kehidupan.
Namun, pada Juni 2024, kejutan besar terjadi. Sebuah sinyal radio singkat tapi sangat kuat terdeteksi oleh teleskop radio canggih Australian Square Kilometre Array Pathfinder (ASKAP). Sinyal ini hanya berlangsung kurang dari 30 nanodetik—ya, hanya sekejap mata! Tapi kekuatannya luar biasa, bahkan disebut-sebut lebih dari 300.000 kali lipat sinyal radio normal yang biasa kita tangkap di Bumi.
Awalnya, sinyal ini diduga berasal dari kedalaman luar angkasa yang jauh. Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, para peneliti dibuat terkejut: sinyal itu justru berasal dari satelit tua Relay 2 yang sudah lama mati!
Bukan Bangkit dari Kematian, Ini Penjelasan Ilmiahnya
Tentu saja, banyak yang langsung bertanya-tanya, “Apakah satelit ini hidup lagi? Atau jangan-jangan dikendalikan sesuatu?” Para ilmuwan dengan cepat memberikan penjelasan ilmiah agar tidak ada spekulasi yang terlalu liar. Mereka memastikan bahwa Relay 2 tidak tiba-tiba aktif kembali.
Ada dua dugaan kuat mengenai penyebab sinyal misterius ini:
- Ledakan Elektrostatis (Electrostatic Discharge/ESD): Satelit yang sudah lama berada di luar angkasa bisa mengumpulkan muatan listrik statis dari lingkungan sekitarnya. Muatan ini bisa menumpuk seiring waktu dan kemudian melepaskan diri secara tiba-tiba dalam bentuk ledakan elektrostatis. Pelepasan energi inilah yang kemungkinan besar memicu sinyal radio singkat yang terdeteksi.
- Tabrakan Mikrometeoroid atau Partikel Kecil: Luar angkasa itu bukan ruang kosong. Ada banyak partikel kecil, bahkan yang ukurannya mikroskopis, yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi. Jika mikrometeoroid atau partikel kecil ini menabrak satelit Relay 2, benturan tersebut bisa menciptakan awan plasma. Awan plasma ini kemudian dapat menghasilkan pulsa radio serupa yang terdeteksi.
Fenomena pelepasan elektrostatis atau benturan mikro-partikel ini sebenarnya bukan hal baru dalam dunia sains, namun jarang terjadi dari objek yang sudah lama mati. Para peneliti menyebutkan bahwa penemuan ini justru sangat penting.
“Pengamatan ini membuka kemungkinan baru untuk mendeteksi ESD dari jarak jauh, yang merupakan ancaman serius bagi satelit, dan juga memperlihatkan sinyal palsu dalam pengamatan fenomena astrofisika,” kata para peneliti seperti dikutip Newsweek.
Pelajaran Penting dari Kejutan Satelit Tua NASA
Meski terdengar sepele—hanya sinyal 30 nanodetik dari satelit berusia puluhan tahun—penemuan sinyal dari Relay 2 ini memberikan wawasan baru yang sangat berharga.
Pertama, ini adalah pengingat bahwa benda-benda buatan manusia di orbit Bumi tidak serta merta “mati” atau menghilang setelah dinonaktifkan. Mereka bisa saja memberi kejutan, bahkan puluhan tahun kemudian. Ini menunjukkan kompleksitas lingkungan luar angkasa dan bagaimana objek-objek ‘mati’ pun masih bisa berinteraksi dengan lingkungannya.
Kedua, pemahaman tentang bagaimana sinyal seperti ini bisa muncul (misalnya dari ESD atau tabrakan mikrometeoroid) sangat penting untuk masa depan. Dengan mempelajari jenis sinyal seperti ini, para peneliti bisa:
- Membantu melindungi satelit aktif yang masih beroperasi dari gangguan serupa.
- Memfilter gangguan radio dalam pengamatan astronomi, sehingga data yang diterima dari luar angkasa jadi lebih bersih dan akurat. Ini mencegah ilmuwan salah mengira sinyal dari sampah antariksa sebagai fenomena kosmik yang jauh.
Kejadian ini juga bikin banyak peneliti jadi semangat lagi buat memantau satelit mati dan sampah luar angkasa lewat gelombang radio. Siapa tahu, justru dari benda-benda yang sudah dilupakan inilah kita bisa dapat pemahaman baru soal kondisi luar angkasa.
Nasib Satelit Setelah Tak Berfungsi: Dikubur atau Dibuang?
Satelit, seperti perangkat elektronik lainnya, punya batas usia. Bahan bakar yang terbatas, kerusakan akibat radiasi, dan tabrakan mikroskopik membuat satelit tak bisa bertahan selamanya. Lalu, ke mana perginya satelit setelah tak lagi berfungsi?
Ada beberapa skenario umum untuk satelit yang sudah “mati”:
- Aturan 25 Tahun (25-year rule): Satelit yang mengorbit lebih dekat ke Bumi biasanya akan diarahkan untuk masuk kembali ke atmosfer (disebut de-orbit). Dalam proses ini, satelit akan terbakar habis dalam waktu 25 tahun setelah misinya selesai. Namun, ini hanya boleh dilakukan jika potensi cedera dan kerusakan properti akibat serpihan yang jatuh kurang dari 1 banding 10.000.
- Kuburan Satelit (Spacecraft Cemetery): Jika risiko jatuhnya serpihan ke area berpenduduk tinggi lebih besar, satelit akan diarahkan secara terkendali ke wilayah laut terpencil yang dijuluki “Kuburan Satelit”. Area ini berada di Samudra Pasifik Selatan, jauh dari jalur pelayaran dan daratan.
- Orbit Kuburan (Graveyard Orbit): Satelit yang tidak memiliki cukup bahan bakar untuk kembali masuk atmosfer akan dipindahkan ke jalur orbit yang lebih tinggi dari jalur operasionalnya. Di sana, semua sistemnya dimatikan, bahan bakar tersisa dikuras habis, dan satelit dibiarkan mengorbit selamanya sebagai “sampah antariksa” atau artefak sunyi di langit. Relay 2 adalah salah satu contoh yang kemungkinan besar berada di “orbit kuburan” ini.
Kesimpulan
Kejutan dari satelit Relay 2 yang sudah puluhan tahun mati ini adalah bukti bahwa luar angkasa masih menyimpan banyak misteri. Sinyal singkat yang tiba-tiba muncul dari benda ‘tewas’ ini memang bukan karena satelitnya hidup lagi, melainkan kemungkinan besar dipicu oleh fenomena fisik seperti ledakan elektrostatis atau tabrakan mikrometeoroid.
Penemuan ini bukan sekadar cerita unik, tapi juga memberikan pelajaran penting bagi para ilmuwan dan insinyur antariksa. Ini menekankan perlunya pemahaman lebih dalam tentang risiko di luar angkasa dan pentingnya memantau “sampah antariksa” yang terus bertambah. Dunia luar angkasa memang selalu menawarkan kejutan, dan kita wajib terus memantaunya!