Di tengah riuhnya panggung politik Amerika Serikat, sebuah nama kian santer disebut dan menarik perhatian publik, khususnya di New York City: Zohran Mamdani. Sosok muda berusia 33 tahun ini bukan sekadar pendatang baru biasa; ia adalah seorang politikus Muslim progresif yang baru-baru ini mencetak sejarah dengan memenangkan pemilihan pendahuluan Partai Demokrat untuk calon wali kota New York. Kemenangannya yang mengejutkan atas nama besar seperti Andrew Cuomo bukan hanya sekadar pergantian kepemimpinan, melainkan simbol pergeseran lanskap politik, harapan bagi kaum progresif, dan cerminan demografi kota yang kian beragam.
Mengapa kisah Zohran Mamdani, politikus Muslim yang jadi calon wali kota New York ini begitu krusial untuk kita pahami? Artikel ini akan mengupas tuntas perjalanan Zohran, mulai dari latar belakangnya yang unik, visi politiknya yang berani, strategi kampanyenya yang inovatif, hingga tantangan berat yang dihadapinya. Mari selami lebih dalam untuk memahami mengapa kemunculannya menandai era baru dalam politik kota metropolitan ini.
Siapa Zohran Mamdani? Jejak Kehidupan dan Latar Belakang Unik
Mengenal Zohran Mamdani berarti memahami perpaduan budaya dan pengalaman hidup yang membentuknya. Lahir di Kampala, Uganda, pada 18 Oktober 1991, Zohran adalah putra dari pasangan yang tak kalah istimewa: Mira Nair, seorang sutradara film pemenang penghargaan keturunan India-Amerika, dan Mahmood Mamdani, seorang akademisi ternama di Universitas Columbia yang lahir di Uganda. Dari akta kelahirannya, ia adalah warga negara Uganda, bahkan nama tengahnya, “Kwame”, diambil dari nama pejuang revolusioner Afrika, Kwame Nkrumah, menunjukkan akar dan pengaruh budaya Afrika yang kuat dalam keluarganya.
Sejak kecil, Zohran telah menyaksikan ketidaksetaraan dan pengungsian, sebuah pengalaman yang kelak membentuk pandangan politik dan aktivismenya. Ia bermigrasi ke Amerika Serikat pada usia tujuh tahun dan tumbuh besar di New York, menempuh pendidikan di Bronx High School of Science sebelum melanjutkan ke Bowdoin College di Maine. Di sinilah bibit aktivisme politiknya semakin tumbuh, di mana ia meraih gelar dalam Studi Afrika (Africana Studies) dan turut mendirikan cabang Students for Justice in Palestine. Organisasi ini menjadi wadah awal baginya untuk menyuarakan isu-isu keadilan sosial dan hak asasi manusia, khususnya terkait konflik Israel-Palestina.
Sebelum terjun sepenuhnya ke dunia politik, Mamdani mengabdikan dirinya sebagai konselor mitigasi penggusuran rumah di Queens. Peran ini membawanya berinteraksi langsung dengan warga berpenghasilan rendah, khususnya komunitas kulit berwarna, yang menghadapi ancaman penyitaan hak milik. Pengalaman inilah yang ia seakui sebagai pemicu utama keputusannya untuk masuk ke arena politik, melihat bagaimana kebijakan dapat secara langsung memengaruhi kehidupan masyarakat. Tak banyak yang tahu, ia juga pernah mencoba peruntungan di dunia musik sebagai seorang rapper, meskipun kariernya tidak sepopuler aktivitas politiknya kini.
Pada tahun 2017, Zohran memutuskan untuk bergabung dengan Democratic Socialists of America (DSA), sebuah partai politik beraliran kiri di AS. Keputusan ini menjadi titik balik penting. Pada tahun 2019, ia mencalonkan diri sebagai anggota parlemen negara bagian New York dan secara mengejutkan berhasil mengalahkan petahana empat periode, Aravella Simotas. Sejak saat itu, namanya mulai diperhitungkan di kancah politik New York, membawa angin segar sebagai representasi generasi muda, imigran, dan kaum progresif.
Visi Progresif untuk New York: Janji Perubahan yang Membumi
Sebagai seorang “sosialis demokrat,” Zohran Mamdani mengusung platform politik yang sangat berfokus pada isu keterjangkauan dan keadilan sosial, yang secara langsung menyentuh kehidupan sehari-hari warga New York. Visi ini adalah inti dari daya tarik kampanyenya yang menjanjikan perubahan nyata di kota yang dikenal dengan biaya hidupnya yang melambung tinggi.
Beberapa program kerakyatan progresif yang menjadi andalan Mamdani meliputi:
- Pembekuan Sewa Apartemen: Mengusulkan pembekuan sewa untuk sekitar satu juta unit apartemen dengan sewa stabil, sebuah langkah drastis untuk mengatasi krisis perumahan yang membebani jutaan warga New York.
- Pembangunan Rumah Terjangkau: Berkomitmen untuk membangun 200.000 unit rumah terjangkau, memberikan solusi jangka panjang bagi masalah perumahan di kota.
- Bus Umum Gratis: Mengusulkan kebijakan bus gratis di seluruh kota, melanjutkan program percontohan yang telah ia inisiasi sebelumnya. Ini bertujuan mengurangi beban biaya transportasi bagi warga dan mendorong penggunaan transportasi publik.
- Toko Kelontong Milik Publik: Merencanakan pendirian toko kelontong milik pemerintah kota yang berfokus pada penyediaan bahan pangan dengan harga rendah, terutama di daerah-daerah rentan.
- Penitipan Anak Gratis: Mengadvokasi penitipan anak gratis untuk balita berusia 6 minggu hingga 5 tahun, serta peningkatan upah bagi pekerja penitipan anak.
- Upah Minimum yang Lebih Tinggi: Menjanjikan kenaikan upah minimum menjadi US$30 per jam pada tahun 2030, sebuah langkah ambisius untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.
- Pajak Progresif: Mengusulkan pembiayaan program-program ini melalui pajak yang lebih tinggi pada perusahaan dan individu yang berpenghasilan lebih dari US$1 juta per tahun, dengan tarif tetap sebesar 2 persen.
Janji-janji ini, meskipun terdengar “ekonomis” atau pragmatis, justru mampu menggaet dan memobilisasi banyak orang karena menyentuh langsung pergulatan hidup mayoritas warga New York. Mamdani dengan tegas menyatakan bahwa New York adalah kota di mana “satu dari empat penduduknya hidup dalam kemiskinan” dan “500.000 anak tidur dalam keadaan lapar setiap malam,” sebuah gambaran yang menegaskan urgensi program-programnya.
Strategi Kampanye “3M” yang Mengguncang Peta Politik
Kebangkitan Zohran Mamdani dari politikus yang relatif tidak dikenal menjadi kandidat wali kota terdepan adalah studi kasus yang menarik dalam politik modern. Kuncinya, menurut banyak analis, terletak pada strategi kampanye “3M” yang revolusioner: Message (Pesan), Medium (Media), dan Movement (Gerakan).
-
Message (Pesan): Membumi dan Relevan
Mamdani secara cerdas menghindari pesan politik yang abstrak dan ideologis. Sebaliknya, ia fokus pada pesan yang superjelas dan konkret: bus gratis dan cepat, pembekuan sewa rumah, dan penitipan anak gratis. Pesan-pesan ini, meskipun sederhana, langsung menyentuh pada masalah-masalah riil yang dihadapi jutaan warga New York. Pendekatan ini, yang bisa digambarkan sebagai “populisme yang progresif,” berhasil mengarahkan amarah mayoritas rakyat atas kesulitan hidup ke segelintir kaum kaya dan korporasi. -
Medium (Media): Dominasi Digital dan Viralitas
Sementara politikus mapan mengandalkan media arus utama dan iklan berbiaya tinggi, Mamdani memfokuskan kampanyenya di media sosial. Timnya memproduksi video-video pendek yang kuat, informatif, dan disajikan dengan gaya cair serta renyah, sehingga mudah dicerna dan menjadi viral. Platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube menjadi medan pertempuran utamanya. Video-video berbahasa Hindi dengan cuplikan film Bollywood, serta video berbahasa Spanyol, digunakan untuk menjangkau komunitas Asia Selatan dan Latin, menunjukkan strategi penjangkauan multibahasa yang efektif. Pesan seperti “Billionaires sudah punya segalanya, sekarang giliran kalian” beresonansi kuat di kalangan pemilih. -
Movement (Gerakan): Akar Rumput yang Militan
Dukungan akar rumput adalah tulang punggung kampanye Mamdani. Dengan puluhan ribu relawan, termasuk 400 di antaranya sangat aktif, timnya secara militan melakukan canvassing dan door-to-door campaign. Mereka mengetuk lebih dari satu juta pintu dan melakukan lebih dari satu juta panggilan telepon, memperkenalkan Zohran dan mendiskusikan program-programnya secara langsung. Fenomena menarik adalah banyak warga yang sudah mengenal Zohran dari media sosial sebelum relawan datang, menunjukkan sinergi antara kampanye digital dan lapangan. Pendanaan kampanyenya yang mencapai US$8 juta sebagian besar berasal dari “small-dollar donors” atau donatur kecil, berbanding terbalik dengan Andrew Cuomo yang didukung oleh donatur berkantong tebal dan miliarder.
Dukungan dari tokoh-tokoh progresif ternama seperti Anggota Kongres Alexandria Ocasio-Cortez (AOC) dan Senator Bernie Sanders juga turut mendongkrak momentumnya. Mereka tidak hanya memberikan endorsement tetapi juga aktif tampil bersama Mamdani dalam berbagai acara kampanye, memperkuat citranya sebagai wajah perubahan dalam Partai Demokrat.
Menghadapi Badai Islamofobia dan Tantangan Politik
Di balik momentum gemilang, Zohran Mamdani juga harus menghadapi tantangan berat, terutama serangan Islamofobia dan kritik tajam terhadap pendirian politiknya. Sebagai seorang Muslim dan pendukung vokal hak-hak Palestina, Mamdani kerap menjadi sasaran tuduhan anti-Semitisme. Komentarnya yang menolak mengutuk slogan “Globalisasi intifada” memicu kontroversi, meskipun ia menjelaskan bahwa ungkapan tersebut mencerminkan “keinginan yang sangat besar untuk mencapai kesetaraan dan persamaan hak dalam membela hak asasi manusia Palestina.”
Serangan-serangan ini tidak hanya berupa kritik verbal. Mamdani telah menerima ancaman pembunuhan, cercaan rasial dan agama, bahkan seruan untuk deportasinya, meskipun ia telah menjadi warga negara AS sejak 2018. Super PAC pendukung Cuomo bahkan menyebarkan surat yang menggambarkan Mamdani dalam cahaya Islamofobia negatif. Namun, alih-alih melemah, serangan-serangan ini justru memperkuat tekad para pendukungnya, termasuk pemilih muda Yahudi yang menghargai pendiriannya tentang Palestina. Aliansi strategis dengan kandidat Yahudi progresif seperti Brad Lander juga menunjukkan persatuan lintas agama dalam mendukung agenda perubahan.
Selain isu identitas, Mamdani juga dikritik karena dianggap minim pengalaman eksekutif. Lawan politiknya, terutama Andrew Cuomo, menyoroti fakta bahwa ia hanya berhasil meloloskan tiga rancangan undang-undang selama menjabat di majelis negara bagian. Cuomo bahkan sempat menyindir bahwa Presiden Donald Trump akan memperlakukan Mamdani “seperti pisau panas menembus mentega” jika ia terpilih. Namun, Mamdani membalas kritik tersebut dengan menyoroti skandal pelecehan seksual yang menyebabkan Cuomo mengundurkan diri sebagai gubernur, serta caranya menangani pandemi COVID-19.
Tantangan ini mencerminkan “versi Trumpisme Partai Demokrat,” seperti yang digambarkan oleh profesor ilmu politik Corey Robin, di mana politik identitas yang memecah belah digunakan untuk melemahkan kandidat sayap kiri. Namun, Mamdani dan timnya berhasil mengubah serangan ini menjadi narasi perjuangan melawan kekuatan mapan dan korupsi.
Kemenangan Bersejarah dan Prospek Menuju Wali Kota New York
Pada 24 Juni 2025, Zohran Mamdani mencetak sejarah dengan mendeklarasikan kemenangan dalam pemilihan pendahuluan wali kota Demokrat New York City. Meskipun hasil akhir masih akan ditentukan oleh penghitungan pilihan berdasarkan peringkat (ranked-choice voting), hasil awal menunjukkan Mamdani memperoleh 43,5 persen suara, mengungguli Andrew Cuomo yang meraih 36,4 persen. Cuomo, yang semula menjadi favorit dan didukung oleh tokoh-tokoh kuat seperti Bill Clinton, mengakui kekalahannya dan memuji kampanye Mamdani yang “sangat cerdas, baik, dan berdampak.”
Sistem pemungutan suara pilihan berperingkat di New York memungkinkan pemilih menentukan peringkat lima kandidat teratas mereka. Aliansi strategis Mamdani dengan kandidat lain seperti Brad Lander, yang berada di posisi ketiga, terbukti sangat efektif. Lander, seorang progresif Yahudi, secara terbuka mendukung Mamdani dan mendorong para pendukungnya untuk menempatkan Mamdani di peringkat kedua, membantu Mamdani melampaui ambang batas 50 persen yang dibutuhkan.
Kemenangan Mamdani ini memiliki signifikansi politik yang mendalam:
- Simbol Pergeseran Ideologi Demokrat: Kemenangan atas Cuomo, yang mewakili faksi moderat dan tua dalam partai, menunjukkan pergeseran preferensi pendukung Demokrat menuju kandidat yang lebih muda dan progresif. Ini adalah pertanda awal tentang sosok pemimpin yang dicari Demokrat di masa depan, terutama di era pemerintahan Donald Trump.
- Wali Kota Muslim Pertama: Jika ia berhasil memenangkan pemilihan umum pada November mendatang, Mamdani akan mencatat sejarah sebagai wali kota Muslim pertama di New York City, sekaligus wali kota pertama yang berdarah Asia Selatan, milenial pertama, dan individu pertama yang berafiliasi dengan Democratic Socialists of America (DSA) yang memimpin kota terbesar di Amerika Serikat sejak 1993.
- Dampak di Kota yang Dominan Demokrat: New York dikenal sebagai basis Demokrat yang sangat kuat. Dengan wali kota petahana Eric Adams yang tidak populer karena skandal korupsi dan keputusannya mencalonkan diri sebagai independen, Zohran Mamdani kini menjadi favorit terdepan untuk memenangkan pemilihan umum melawan kandidat Republik, Curtis Sliwa.
Sebuah pernyataan berani yang ia lontarkan dalam wawancara dengan Mehdi Hasan juga menarik perhatian dunia: Mamdani berjanji akan menangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu jika buronan penjahat perang itu menginjakkan kaki di New York City, mengingat surat penangkapan yang diterbitkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Ini menunjukkan komitmennya yang kuat terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia.
Penutup: Harapan Baru untuk Kota Dunia
Perjalanan Zohran Mamdani untuk menjadi politikus Muslim yang jadi calon wali kota New York adalah kisah inspiratif tentang bagaimana seorang pendatang baru, dengan identitas minoritas dan platform progresif, dapat mengguncang struktur politik yang mapan. Kemenangannya di pemilihan pendahuluan bukan hanya sekadar catatan statistik, melainkan sebuah manifestasi dari keinginan perubahan yang kuat di tengah masyarakat New York.
Mamdani hadir sebagai simbol harapan bagi kaum muda, kaum multirasial, kelas pekerja, dan mereka yang merasa terpinggirkan oleh sistem arus utama. Visi politiknya yang berani dan membumi, didukung oleh strategi kampanye yang inovatif dan gerakan akar rumput yang militan, telah membuktikan bahwa agenda progresif dapat memenangkan ruang elektoral. Meskipun tantangan di depan masih besar, terutama terkait pengalaman eksekutif dan polarisasi budaya, capaian awalnya telah membuka jalan bagi pergeseran struktural di kota global ini.
Kisah siapa Zohran Mamdani, politikus Muslim yang jadi calon wali kota New York ini mengajarkan kita bahwa perubahan sejati sering kali datang dari tempat yang tidak terduga, didorong oleh semangat idealisme dan keberanian untuk menantang status quo. Keberadaannya di panggung politik New York tidak hanya akan memengaruhi masa depan kota tersebut, tetapi juga mengirimkan gelombang harapan dan inspirasi bagi gerakan progresif di seluruh dunia. Mari kita ikuti terus perjalanan Zohran Mamdani, karena ia adalah cerminan dari New York itu sendiri: kota yang terus beradaptasi, merayakan keragaman, dan berjuang untuk masa depan yang lebih adil dan inklusif.