Indonesia Masuk 10 Besar Kasus Kanker Ovarium Dunia: Kenali Gejala dan Deteksi Dininya!

Dipublikasikan 25 Juli 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kanker ovarium, atau yang sering kita sebut kanker indung telur, mungkin tidak sepopuler kanker payudara atau serviks. Namun, tahukah Anda bahwa penyakit ini adalah salah satu “pembunuh senyap” paling mematikan bagi perempuan di seluruh dunia? Yang lebih mengkhawatirkan, Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan kasus kanker ovarium tertinggi di dunia!

Indonesia Masuk 10 Besar Kasus Kanker Ovarium Dunia: Kenali Gejala dan Deteksi Dininya!

Ilustrasi menunjukkan gambaran umum kanker ovarium, penyakit yang mengancam wanita di seluruh dunia, di mana Indonesia masuk dalam 10 besar kasus terbanyak secara global.

Menurut data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2022, kanker ovarium menempati peringkat ketiga sebagai kanker terbanyak pada perempuan di Indonesia, dengan lebih dari 15.000 kasus baru terdeteksi setiap tahunnya. Angka ini sungguh mencemaskan dan menunjukkan betapa pentingnya kita semua, terutama para perempuan, untuk lebih mengenali gejala kanker ovarium dan memahami faktor risikonya. Artikel ini akan membantu Anda memahami mengapa penyakit ini begitu berbahaya dan bagaimana Anda bisa melindungi diri dengan deteksi dini kanker ovarium.

Mengapa Kanker Ovarium Dijuluki ‘Pembunuh Senyap’?

Julukan “pembunuh senyap” melekat pada kanker ovarium bukan tanpa alasan. Penyakit ini seringkali baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut, yaitu stadium 3 atau 4. Mengapa demikian? Karena gejala awal kanker ovarium cenderung ringan, tidak spesifik, dan seringkali diabaikan atau disalahartikan sebagai keluhan biasa seperti masuk angin atau gangguan pencernaan.

Dr. Muhammad Yusuf, seorang Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Konsultan Onkologi, menjelaskan, “Kanker ovarium merupakan penyebab kematian tertinggi dari seluruh kanker ginekologi dengan mayoritas pasien kanker ovarium baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4 akibat gejala awal yang tidak spesifik, sehingga penanganan medis umumnya sudah memerlukan tindakan operasi atau kemoterapi.” Kondisi inilah yang membuat penanganannya menjadi lebih sulit dan risiko kekambuhan sangat tinggi.

Baca juga: kanker dan ovarium:

Gejala Kanker Ovarium yang Sering Diabaikan

Bayangkan, Anda merasa tidak enak badan, perut kembung, atau sering buang air kecil. Mungkin Anda akan berpikir itu hanya masuk angin atau masalah pencernaan biasa, bukan? Nah, di sinilah letak bahayanya kanker indung telur. Gejala-gejala umum ini bisa jadi merupakan tanda awal dari penyakit serius.

Berikut adalah beberapa gejala kanker ovarium yang seringkali terlewatkan:

  • Perut kembung atau membesar yang tidak kunjung membaik.
  • Nyeri panggul atau perut bagian bawah yang persisten.
  • Cepat merasa kenyang atau nafsu makan berkurang.
  • Peningkatan frekuensi buang air kecil.

Jika gejala-gejala ini berlangsung selama dua minggu atau lebih dan tidak kunjung membaik, sangat penting untuk segera berkonsultasi dengan dokter. Jangan tunda! Pada stadium lanjut, gejala bisa berkembang menjadi mual, sembelit, penurunan berat badan drastis, nyeri saat berhubungan intim, hingga keluar darah dari vagina.

Siapa Saja yang Berisiko? Pahami Faktor Risiko Kanker Ovarium

Meskipun tidak ada yang tahu pasti penyebab tunggal kanker ovarium, ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seorang perempuan mengalaminya. Mengenali faktor-faktor ini adalah langkah awal yang krusial untuk kewaspadaan.

Beberapa faktor risiko kanker ovarium yang perlu Anda ketahui meliputi:

  • Riwayat keluarga: Jika ada kerabat tingkat pertama (ibu, saudara perempuan) yang pernah menderita kanker ovarium atau kanker payudara.
  • Faktor genetik: Mutasi pada gen BRCA1/BRCA2 (gen kanker payudara) atau kelainan pada mekanisme perbaikan DNA (seperti HRD).
  • Riwayat reproduksi: Menstruasi yang dimulai terlalu dini, tidak pernah hamil, atau menopause yang terjadi pada usia lebih tua dari rata-rata.
  • Usia lanjut: Kanker ovarium paling sering terjadi pada perempuan pascamenopause, usia 50-70 tahun, meskipun kasus langka bisa terjadi pada usia muda.
  • Obesitas: Kelebihan berat badan dapat meningkatkan risiko.
  • Riwayat kista endometrium: Kondisi terbentuknya jaringan darah haid di luar rahim.
  • Gaya hidup buruk: Termasuk kurang berolahraga.

Deteksi Dini dan Pencegahan: Kunci Melawan Kanker Ovarium

Mengingat sifatnya yang “silent killer”, deteksi dini adalah kunci utama untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien kanker ovarium. Faktanya, sekitar 20% kasus yang terdeteksi pada stadium awal memiliki harapan hidup lebih dari 5 tahun setelah diagnosis, bahkan mencapai 94%.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada metode skrining yang benar-benar akurat dan dapat diandalkan untuk mendeteksi kanker ovarium sejak dini seperti halnya pap smear untuk kanker serviks. Namun, pemeriksaan seperti transvaginal ultrasound dan tes darah CA-125 dapat menjadi opsi pendukung dalam upaya deteksi dini.

Selain itu, menjalani gaya hidup sehat memiliki peran penting dalam menurunkan risiko kanker ovarium:

  • Menjaga berat badan ideal.
  • Menerapkan pola makan yang seimbang dan sehat.
  • Berhenti merokok.
  • Menghindari terapi hormon.
  • Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral (pil KB) atau riwayat melahirkan dan menyusui dapat sedikit mengurangi risiko.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kesehatan, juga terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat. Salah satunya melalui kampanye “10 Jari” yang digagas oleh Cancer Information & Support Center (CISC) bersama berbagai pihak. Kampanye ini bertujuan mengedukasi masyarakat tentang enam faktor risiko dan empat tanda kanker ovarium yang mudah diingat.

Penanganan Kanker Ovarium: Tantangan dan Harapan

Ketika kanker ovarium terdiagnosis pada stadium lanjut, penanganan medis umumnya memerlukan tindakan serius. Pasien biasanya harus menjalani operasi besar untuk mengangkat satu atau kedua ovarium, tuba falopi, rahim, serta semua jaringan kanker yang terlihat. Setelah operasi, kemoterapi menjadi langkah wajib untuk membunuh sel kanker yang tersisa.

Meski demikian, tantangan terbesar adalah risiko kekambuhan yang sangat tinggi, bahkan mencapai 70% dalam tiga tahun pertama setelah kemoterapi awal. Ini berarti pasien seringkali harus menjalani kemoterapi ulang, yang kerap disertai periode remisi yang lebih singkat dan peningkatan risiko kematian.

Namun, harapan selalu ada. Kemajuan medis terus berinovasi, termasuk dengan adanya terapi target yang dapat diberikan setelah kemoterapi, tergantung pada hasil pemeriksaan dokter. Direktur Medis Astrazeneca Indonesia, dr. Freddy, menekankan pentingnya perawatan yang terpersonalisasi: “Menjalani perawatan yang terpersonalisasi setelah operasi dan kemoterapi adalah langkah yang sangat tepat. Antisipasi terhadap kekambuhan memberikan peluang hidup yang lebih baik bagi pasien kanker ovarium.”

Jangan Tunda, Kenali dan Bertindak Sekarang!

Indonesia besar kasus kanker ovarium dunia kenali gejalanya, pahami risikonya. Data menunjukkan kita berada di garis depan perjuangan melawan penyakit ini. Kanker ovarium memang “pembunuh senyap”, namun bukan berarti tidak bisa dilawan. Dengan kesadaran yang tinggi, pemahaman akan faktor risiko kanker ovarium, dan keberanian untuk melakukan deteksi dini, kita dapat meningkatkan peluang hidup dan kualitas hidup para perempuan Indonesia.

Jangan pernah mengabaikan sinyal tubuh Anda. Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala kanker ovarium yang disebutkan di atas, atau memiliki faktor risiko kanker ovarium, segera konsultasikan dengan dokter. Deteksi dini bukan hanya harapan, tapi penyelamat. Mari bersama-sama tingkatkan kesadaran untuk kesehatan perempuan Indonesia yang lebih baik.

FAQ

Tanya: Mengapa kanker ovarium disebut “pembunuh senyap”?
Jawab: Kanker ovarium disebut “pembunuh senyap” karena gejalanya sering ringan, tidak spesifik, dan baru terdeteksi saat sudah stadium lanjut.

Tanya: Apa saja gejala awal kanker ovarium yang sering diabaikan?
Jawab: Gejala awal yang sering diabaikan antara lain kembung, nyeri panggul atau perut, sulit makan atau cepat kenyang, dan sering buang air kecil.

Tanya: Bagaimana cara mendeteksi kanker ovarium secara dini?
Jawab: Deteksi dini dapat dilakukan melalui pemeriksaan panggul rutin, tes darah CA-125, dan USG panggul, terutama jika memiliki faktor risiko.