Waspada! **Pesan WhatsApp Beredar Mengklaim Ratusan Anak Terinfeksi Difteri** Akibat Jajanan, Hoaks atau Fakta?

Dipublikasikan 25 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Belakangan ini, sebuah pesan berantai WhatsApp kembali ramai beredar, menciptakan keresahan di kalangan orang tua dan masyarakat luas. Pesan tersebut mengklaim bahwa ratusan anak terinfeksi difteri dan meninggal dunia. Lebih jauh lagi, narasi dalam pesan tersebut mengaitkan penyebab infeksi ini dengan jajanan bercabe bubuk yang disebut-sebut terkontaminasi kencing tikus. Duh, tentu saja kabar semacam ini bisa bikin kita panik, ya!

Waspada! **Pesan WhatsApp Beredar Mengklaim Ratusan Anak Terinfeksi Difteri** Akibat Jajanan, Hoaks atau Fakta?

Pesan WhatsApp yang mengklaim ratusan anak terinfeksi difteri akibat jajanan dipastikan hoaks oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta, masyarakat diimbau tidak panik.

Tapi, sebelum kita ikut menyebarkan kabar yang belum jelas kebenarannya, ada baiknya kita tarik napas dalam-dalam dan mencari tahu fakta sebenarnya. Mengapa? Karena di era digital ini, misinformasi atau hoaks bisa menyebar jauh lebih cepat dari virus itu sendiri, dan dampaknya bisa sama berbahayanya. Mari kita kupas tuntas informasi ini agar kita semua tidak terjebak dalam kepanikan yang tidak perlu.

Apa Isi Pesan Berantai yang Meresahkan Ini?

Pesan yang beredar luas di aplikasi percakapan WhatsApp itu menyebutkan detail yang cukup mengerikan: ratusan anak terinfeksi difteri dan meninggal dunia. Pemicunya disebut-sebut adalah konsumsi jajanan bercabe bubuk yang terkontaminasi kencing tikus. Seolah ingin memberikan kesan kredibel, pesan ini bahkan mencatut nama Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta sebagai sumber informasi.

Bayangkan saja, sebagai orang tua, membaca kabar seperti ini tentu membuat jantung berdebar. Kekhawatiran akan kesehatan buah hati menjadi prioritas utama. Namun, apakah benar ada ancaman sebesar itu yang berasal dari jajanan favorit anak-anak kita?

Fakta Sebenarnya Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta

Untungnya, kita punya lembaga resmi yang bertugas memberikan informasi akurat. Tim Jalahoaks berkoordinasi langsung dengan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta untuk mengonfirmasi kebenaran pesan viral tersebut.

Bantahan Resmi dari Dinkes DKI

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Provinsi DKI Jakarta, Ibu Ovi Norfiana, dengan tegas menyatakan bahwa informasi yang beredar itu tidak benar dan menyesatkan. Beliau menegaskan, “Informasi yang tersebar melalui pesan berantai adalah hoaks. Data resmi menunjukkan situasi terkendali dan tidak sesuai dengan isi pesan yang beredar.” Ini adalah kabar baik yang harus kita sebarkan, bukan kepanikan.

Bagaimana Difteri Sebenarnya Menular?

Lalu, bagaimana sebenarnya penyakit difteri itu menular? Ibu Ovi juga menjelaskan bahwa difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Yang penting untuk digarisbawahi, penyakit ini tidak dapat ditularkan melalui makanan atau bumbu tabur seperti yang disebutkan dalam hoaks tersebut.

Difteri menular melalui percikan droplet dari batuk, bersin, atau kontak erat dengan penderita. Jadi, penularannya lebih mirip seperti flu biasa, bukan melalui kontaminasi makanan. Pemahaman yang benar tentang cara penularan penyakit ini sangat krusial untuk mencegah kepanikan yang tidak berdasar.

Pencegahan dan Langkah yang Tepat

Meskipun kabar tentang jajanan terkontaminasi itu hoaks, difteri tetaplah penyakit serius yang perlu diwaspadai. Kabar baiknya, penyakit ini bisa dicegah. Kunci pencegahannya adalah dengan imunisasi lengkap serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Dinkes DKI Jakarta juga menghimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak menyebarkan kepanikan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami gejala seperti demam, sakit tenggorokan, atau kesulitan bernapas, segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat. Jangan mencari informasi dari sumber yang tidak jelas, apalagi sampai mencoba “pengobatan” yang tidak direkomendasikan dokter.

Bahaya Tersembunyi di Balik Hoaks Kesehatan

Kisah pesan WhatsApp yang menyatakan ratusan anak terinfeksi ini hanyalah satu contoh dari sekian banyak hoaks kesehatan yang beredar. Para ahli bahkan menyebut fenomena ini sebagai ‘infodemi’, di mana informasi yang salah menyebar begitu masif hingga membingungkan dan menyesatkan banyak orang. Potensi kerusakan akibat desas-desus dan informasi keliru bisa sama berbahayanya dengan virus itu sendiri.

Ada banyak kasus nyata di mana hoaks merenggut korban:

  • Di Amerika Serikat, sepasang suami istri terkena COVID-19 setelah percaya bahwa virus itu cuma hoaks, bahkan ada yang keracunan disinfektan karena mengikuti klaim yang salah.
  • Di Iran, ratusan orang meninggal dunia karena keracunan alkohol setelah percaya desas-desus bahwa alkohol bisa menyembuhkan COVID-19.
  • Bahkan, di beberapa tempat, misinformasi memicu serangan fisik atau ketegangan rasial.

Ini menunjukkan betapa krusialnya kita dalam menyaring informasi. Hoaks bukan hanya sekadar kabar bohong, tapi bisa berakibat fatal.

Pentingnya Cek Fakta Sebelum Menyebarkan Informasi

Jadi, bagaimana caranya agar kita tidak mudah tertipu oleh pesan berantai WhatsApp yang mengklaim ratusan anak terinfeksi atau hoaks lainnya? Kuncinya adalah cek fakta. Selalu skeptis terhadap informasi yang terlalu sensasional, mendesak untuk disebarkan, atau mencatut nama lembaga besar tanpa bukti kuat.

Berikut beberapa tips sederhana:

  • Periksa Sumbernya: Apakah informasi berasal dari lembaga resmi (seperti Kementerian Kesehatan, Dinkes, WHO) atau media terpercaya yang sudah terverifikasi (seperti Liputan6.com Cek Fakta atau Kompas.com)?
  • Waspada Judul Provokatif: Hoaks seringkali menggunakan judul yang sangat menarik perhatian atau menakutkan untuk memancing emosi.
  • Cari Konfirmasi: Jangan langsung percaya. Coba cari berita serupa dari beberapa sumber terpercaya lainnya. Jika tidak ada yang membahasnya, kemungkinan besar itu hoaks.
  • Jangan Terburu-buru Menyebarkan: Jika Anda ragu, jangan share. Lebih baik tidak menyebarkan daripada ikut menyebarkan kebohongan.

Kesimpulan

Pesan WhatsApp yang menyatakan ratusan anak terinfeksi difteri dan meninggal dunia karena jajanan bercabe bubuk adalah hoaks. Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah mengonfirmasi bahwa informasi tersebut tidak benar dan menyesatkan. Penularan difteri terjadi melalui droplet, bukan makanan.

Mari kita menjadi warga digital yang cerdas dan bertanggung jawab. Jangan mudah terpancing oleh informasi yang belum jelas kebenarannya, apalagi yang bisa menimbulkan kepanikan dan kerugian. Selalu cek fakta dari sumber-sumber terpercaya dan bantu sebarkan informasi yang benar. Kesehatan dan ketenangan kita semua ada di tangan kita sendiri, salah satunya dengan bijak dalam mengonsumsi dan menyebarkan informasi. Ingat, kebenaran adalah vaksin terbaik melawan hoaks!

FAQ

Tanya: Benarkah ada ratusan anak terinfeksi difteri akibat jajanan bercabe bubuk?
Jawab: Belum ada konfirmasi resmi mengenai kasus difteri yang disebabkan oleh jajanan bercabe bubuk seperti yang disebutkan dalam pesan berantai tersebut.

Tanya: Apakah pesan WhatsApp yang beredar tentang difteri ini benar-benar berasal dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta?
Jawab: Pesan tersebut mencatut nama Dinas Kesehatan DKI Jakarta, namun kebenarannya perlu diverifikasi lebih lanjut melalui sumber resmi.

Tanya: Apa saja gejala umum penyakit difteri?
Jawab: Gejala difteri meliputi sakit tenggorokan, demam, pembengkakan kelenjar getah bening di leher, dan terbentuknya lapisan abu-abu tebal di tenggorokan.