harga emas akhirnya runtuh takluk musuh abadi

Dipublikasikan 15 Juli 2025 oleh admin
Finance

Yogyakarta, zekriansyah.com – Harga Emas Akhirnya Runtuh: Takluk Oleh Musuh Abadi dan Pergeseran Sentimen Global

harga emas akhirnya runtuh takluk musuh abadi

Anjloknya harga emas dipicu oleh pergeseran sentimen global dan tertekannya nilai logam mulia tersebut oleh faktor eksternal.

Dunia investasi emas baru-baru ini dikejutkan dengan anjloknya harga logam mulia ini. Setelah sekian lama menjadi primadona bagi banyak investor, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik global, harga emas seolah tak berdaya dan akhirnya runtuh. Banyak pihak mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini akhir dari kejayaan emas sebagai aset lindung nilai, atau hanya bagian dari dinamika pasar yang selalu berubah? Mari kita telusuri lebih dalam penyebab di balik keruntuhan harga emas ini, terutama bagaimana “musuh abadi” emas ikut berperan dalam kondisi ini. Memahami faktor-faktor ini akan membantu kita mengambil keputusan investasi yang lebih cerdas di masa depan.

Siapa Sebenarnya “Musuh Abadi” Emas? Memahami Hubungan Terbalik

Emas seringkali dijuluki sebagai aset “safe haven” atau aset aman. Ini berarti, saat kondisi ekonomi global tidak menentu, atau ketika ada ketegangan geopolitik yang memanas, banyak investor akan berbondong-bondong mengalihkan dananya ke emas. Tujuannya sederhana, untuk melindungi nilai aset mereka dari fluktuasi pasar yang ekstrem. Emas dianggap sebagai tempat berlindung yang paling andal, sebuah perisai di tengah badai.

Namun, seperti setiap pahlawan pasti memiliki musuh, emas juga punya “musuh abadi” yang seringkali berlawanan arah dengannya. Musuh utama ini tak lain adalah penguatan dolar Amerika Serikat dan kenaikan suku bunga acuan, terutama oleh bank sentral AS, The Fed. Mengapa demikian? Emas diperdagangkan dalam dolar AS secara global. Ketika dolar menguat, emas menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang secara alami menurunkan permintaan dan menekan harganya. Di sisi lain, kenaikan suku bunga membuat instrumen investasi lain seperti obligasi atau deposito menjadi lebih menarik, karena menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi tanpa risiko fluktuasi harga emas. Ini membuat biaya memegang emas (yang tidak memberikan bunga atau dividen) menjadi kurang menarik dibandingkan aset berbunga lainnya.

Ketika Emas Takluk: Kisah Dolar Berjaya dan Geopolitik Mereda

Dalam beberapa waktu terakhir, harga emas dunia memang mengalami tekanan signifikan. Pada perdagangan Selasa, 24 Juni 2025, harga emas dunia terpuruk 1,33% dan ditutup di level US$3.323,75 per troy ons, mencapai posisi terendah dalam dua minggu. Kondisi ini membuat banyak investor bertanya-tanya, apa yang memicu kejatuhan ini?

Salah satu pemicu utama adalah kemajuan dalam negosiasi dagang antara Amerika Serikat dan China. Begitu Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengungkapkan hasil negosiasi dagang yang positif, euforia pasar menyala. Sentimen “risk-on” langsung menyeruak, membuat para pemodal global kembali berburu aset-aset berisiko seperti saham. Akibatnya, dolar AS bangkit menyentuh level tertinggi sebulan terakhir, melenggang di kisaran 101,53. Kebangkitan dolar AS ini secara langsung menjatuhkan pamor emas yang selama ini diuntungkan oleh perburuan aset aman. Inilah saat ketika “musuh abadi” emas, yaitu dolar yang kuat dan sentimen risk-on, berhasil membuat harga emas takluk.

Tidak hanya itu, meredanya ketegangan geopolitik, khususnya kabar gencatan senjata antara Israel dan Iran, juga turut mengubah sentimen pasar. Menurut analis senior Ricardo Evangelista dari ActivTrades, “Harga emas sedang menurun hari ini, didorong oleh pergeseran ke arah selera risiko yang lebih besar, karena optimisme tumbuh atas potensi berakhirnya permusuhan di Timur Tengah.” Ketika konflik mereda, kebutuhan akan aset safe haven seperti emas pun berkurang drastis.

Ditambah lagi, pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell yang menegaskan bahwa belum ada kepastian penurunan suku bunga dalam waktu dekat juga memberikan tekanan pada emas. Powell menyebutkan, “Untuk saat ini, kami berada dalam posisi yang cukup baik untuk menunggu dan melihat arah perekonomian sebelum mempertimbangkan penyesuaian kebijakan.” Ketiadaan kejelasan mengenai pelonggaran kebijakan moneter membuat investor mencari aset berisiko seperti saham, dan menjauhi emas. Jadi, kombinasi penguatan dolar, meredanya ketegangan geopolitik, dan sikap The Fed yang hati-hati, secara bersama-sama menekan harga emas.

Lebih dari Sekadar Dolar: Faktor-faktor Lain yang Mengguncang Harga Emas

Meskipun dolar AS dan suku bunga sering menjadi penentu utama pergerakan harga emas, ada beberapa faktor lain yang juga memiliki pengaruh besar dan perlu kita perhatikan. Harga emas Antam misalnya, pernah melonjak drastis hingga mencapai rekor tertinggi Rp 2,016 juta per gram pada Selasa, 22 April 2025, sebelum anjlok sehari kemudian. Fluktuasi ini tak lepas dari beberapa hal:

  • Produksi dan ketersediaan emas. Penurunan produksi dari negara-negara penghasil emas utama seperti China, Australia, dan Afrika Selatan bisa membatasi pasokan dan mendorong kenaikan harga.
  • Permintaan dari industri perhiasan. Industri perhiasan di negara-negara seperti India dan China adalah konsumen emas terbesar. Jika permintaan dari sektor ini tinggi, harga emas bisa ikut naik.
  • Cadangan emas bank sentral. Bank sentral di berbagai negara menyimpan emas sebagai bagian dari cadangan devisa mereka. Pembelian emas dalam jumlah besar oleh bank sentral akan meningkatkan permintaan dan mendorong harga. Sebaliknya, jika mereka menjual, harga bisa tertekan.
  • Tingkat inflasi. Emas dikenal sebagai pelindung nilai dari inflasi. Saat inflasi meningkat, investor cenderung mengalihkan dana ke emas untuk menjaga daya beli aset mereka.

Proyeksi dan Peluang di Balik Keruntuhan Harga Emas

Meski harga emas dunia sedang melemah, beberapa analis tetap optimistis terhadap prospek jangka panjangnya. Analis ANZ, misalnya, memperkirakan harga emas kemungkinan akan berkonsolidasi (bergerak stabil dalam rentang tertentu) sebelum kembali naik ke level US$3.600 per troy ons pada akhir tahun 2025. Bahkan, mereka memprediksi emas akan mencapai puncaknya pada akhir tahun 2025, diikuti oleh penurunan bertahap pada tahun 2026 seiring membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya ketidakpastian perdagangan global.

Turunnya harga emas saat ini mungkin menjadi pengingat bahwa pasar bisa sangat sensitif terhadap perubahan sentimen global. Namun, bagi investor jangka panjang, fluktuasi ini justru bisa menjadi kesempatan untuk membeli emas di harga yang lebih “diskon”, terutama jika melihat proyeksi positif di masa depan dan potensi ketegangan geopolitik yang belum sepenuhnya reda.

Keruntuhan harga emas baru-baru ini memang menunjukkan betapa sensitifnya pasar terhadap berbagai faktor global, mulai dari penguatan dolar AS yang menjadi “musuh abadi” emas, hingga meredanya ketegangan geopolitik dan kebijakan suku bunga The Fed. Namun, di balik setiap penurunan, selalu ada peluang. Dengan terus memantau perkembangan ekonomi dan politik global, serta memahami dinamika pasar emas, kita bisa membuat keputusan investasi yang lebih bijaksana. Ingatlah, investasi selalu membutuhkan riset dan pemahaman yang mendalam.