Dunia kini menahan napas. Serangan militer signifikan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap situs-situs nuklir utama Iran—Fordow, Isfahan, dan Natanz—oleh Amerika Serikat dan Israel telah membuka gerbang terbuka skenario pembalasan dendam Iran diserang. Aksi militer Barat terbesar terhadap Republik Islam sejak revolusi 1979 ini bukan sekadar insiden terisolasi, melainkan pemicu ketegangan regional dan global yang berpotensi memantik lingkaran kekerasan baru yang tak terbayangkan.
Pertanyaan krusial yang kini menggantung adalah: bagaimana Teheran akan merespons? Akankah mereka memilih jalan eskalasi yang keras dan cepat, ataukah strategi yang lebih terukur dan sabar, seperti yang telah lama menjadi ciri khas kebijakan luar negeri mereka? Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai skenario respons Iran, menganalisis implikasi strategisnya, serta menyoroti kekhawatiran global yang menyertai setiap langkah yang akan diambil Teheran.
Api di Balik Tirai Besi: Serangan terhadap Jantung Nuklir Iran
Pada hari Minggu dini hari, dunia dikejutkan oleh apa yang disebut Washington sebagai “Operasi Godam Tengah Malam”—serangan bom tak terduga yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir krusial Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan. Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa serangan ini telah “melenyapkan secara total dan menyeluruh” situs-situs tersebut, bertujuan untuk melumpuhkan kemampuan pengayaan uranium Iran. Ini merupakan intervensi langsung dan paling masif dari kekuatan Barat terhadap Iran sejak Revolusi Islam pada 1979.
Reaksi Iran datang dengan cepat dan tegas. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, mengecam serangan itu sebagai “pelanggaran aneh terhadap hukum internasional” dan menegaskan bahwa negaranya akan mempertahankan semua opsi untuk membela diri. Lebih lanjut, Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan bahwa Amerika Serikat “harus menerima tanggapan atas agresi mereka,” sembari menegaskan bahwa jalur diplomasi saat ini telah dihancurkan oleh Operasi Godam Tengah Malam. Bahkan, tak lama setelah serangan, Teheran dikabarkan meluncurkan gelombang serangan baru terhadap Israel, menembakkan sekitar 30 roket pada Minggu pagi. Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran bahkan melangkah lebih jauh dengan menembakkan rudal ultra-berat Sejjil ke Israel, seraya menyatakan bahwa “gerbang neraka akan terbuka untuk rezim Zionis.”
Dilema Teheran: Membalas atau Menahan Diri?
Situasi ini menempatkan Teheran di persimpangan jalan yang penuh ketegangan dan risiko. Abbas Araqchi mengindikasikan bahwa respons militer tidak dapat dihindari, menekankan bahwa “negara saya telah diserang, dan kami harus menanggapinya… Pintu negosiasi harus selalu terbuka, tetapi situasi ini tidak ada sekarang.” Ini mencerminkan tekanan internal yang kuat bagi pemerintah Iran untuk merespons dengan tegas demi mempertahankan kredibilitas domestik dan regionalnya, meskipun hal itu berisiko memicu eskalasi yang lebih besar.
Para analis geopolitik dan keamanan menyoroti bahwa strategi Iran secara historis tidak pernah bertumpu pada pembalasan impulsif. Buku pedoman mereka lebih banyak dibangun di atas ambiguitas, asimetri, dan kesabaran. Namun, kali ini, serangan terhadap kedaulatan dan fasilitas vital mereka diyakini telah menginjak-injak garis merah yang menuntut respons lebih dari sekadar penahanan diri, seperti yang mereka lakukan pada April 2024 setelah serangan Israel ke konsulat mereka di Damaskus. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei sendiri dikabarkan telah memerintahkan komandan militernya untuk mempertimbangkan serangan gabungan yang efektif.
Skenario Balasan Iran: Dari Pangkalan Militer hingga Gejolak Global
Para pakar keamanan dan analis geopolitik telah mengidentifikasi beberapa skenario utama yang mungkin ditempuh Iran sebagai balasan atas serangan yang menyasar fasilitas nuklir mereka. Setiap opsi memiliki implikasi serius, baik bagi Iran sendiri maupun stabilitas global.
1. Serangan Langsung dan Terselubung terhadap Aset AS dan Israel
Opsi ini melibatkan pembalasan langsung terhadap kepentingan Amerika Serikat dan Israel, baik di wilayah Timur Tengah maupun di luar negeri.
- Target Pangkalan Militer AS: Iran memiliki daftar target yang berisi sekitar 20 pangkalan militer AS yang tersebar di Timur Tengah, termasuk di Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Suriah, Bahrain, dan Irak. Media Iran bahkan telah menyiarkan peta pangkalan-pangkalan ini, menyatakan niat untuk melakukan pembalasan yang kuat. Iran memiliki persenjataan rudal balistik dan kemampuan pesawat tak berawak (drone) yang mumpuni dengan jangkauan hingga 2.000 kilometer, mampu menargetkan situs-situs militer tersebut. Namun, meluncurkan pembalasan skala penuh berisiko menimbulkan eskalasi besar yang tidak diinginkan.
- Serangan terhadap Israel: Selain pangkalan AS, Israel menjadi target prioritas balas dendam Iran. Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) telah menegaskan akan terus melancarkan serangan bagi Israel, bahkan mengklaim telah menembakkan rudal Sejjil ultra-berat yang mampu menembus pertahanan udara Israel. Ancaman “gerbang neraka akan terbuka untuk Zionis” menunjukkan tekad Iran untuk membuat Israel menyesali tindakan mereka. Serangan ini juga bisa melibatkan serangan terkoordinasi dengan sekutu Iran dari berbagai sisi (misalnya dari Yaman, Suriah, dan Irak) untuk memberikan efek maksimal, menyasar target militer di sekitar Tel Aviv dan Haifa, namun dengan upaya menghindari target sipil.
- Pendekatan Terukur: Mengambil pelajaran dari insiden pembunuhan Qassem Soleimani pada 2020, Iran mungkin akan merancang serangan yang bertujuan menghindari jatuhnya korban jiwa di pihak Amerika, sebagai cara untuk mengirim pesan tanpa memicu perang habis-habisan.
2. Memutus Arus Minyak Dunia: Ancaman Selat Hormuz
Selat Hormuz adalah jalur laut vital yang dilalui hampir seperlima minyak dunia. Penutupan atau gangguan signifikan terhadap selat ini akan memiliki dampak ekonomi global yang masif, mempengaruhi semua negara.
- Ancaman Strategis: Iran telah lama mengancam untuk menebar ranjau atau menutup selat tersebut sebagai respons terhadap agresi. Langkah ini akan menaikkan harga minyak secara drastis dan mengganggu pasar energi global.
- Risiko Konfrontasi: Namun, tindakan ini juga akan memicu respons internasional yang sangat kuat dan potensi konfrontasi langsung dengan pasukan angkatan laut AS dan negara-negara lain yang bergantung pada jalur tersebut.
- Strategi Ambiguitas: Alih-alih penutupan total yang akan mengundang pembalasan internasional besar-besaran, Iran mungkin akan memilih kampanye gangguan maritim yang bertahap dan ambigu, seperti serangan terhadap kapal-kapal atau penempatan ranjau kecil yang dapat disangkal. Ini adalah permainan seimbang yang telah dikuasai Iran selama puluhan tahun, yang memungkinkan mereka mengirim sinyal kekuatan tanpa memicu amarah langsung dari Washington.
3. Perang Proksi dan Jaringan Perlawanan
Iran secara tradisional membalas melalui kelompok-kelompok proksi atau sekutunya di kawasan, yang memungkinkan Teheran untuk mempertahankan “penyangkalan yang masuk akal” (plausible deniability) atas serangan tersebut.
- Kekuatan Proksi: Kelompok seperti Hezbollah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan milisi di Irak seperti Kataib Hezbollah, adalah tangan panjang Iran. Hezbollah, misalnya, diperkirakan memiliki lebih dari 150.000 roket dan rudal, termasuk rudal jelajah dan balistik dengan jangkauan 2.000 kilometer yang mampu menyerang target mana pun di Timur Tengah.
- Ancaman dari Berbagai Arah: Houthi telah menunjukkan kemampuannya mengirim drone sejauh hampir 2.000 kilometer ke Tel Aviv, menembus pertahanan udara Israel. Milisi di Irak dapat melanjutkan serangan terhadap personel dan pos diplomatik Amerika.
- Fleksibilitas dan Batasan: Tindakan proksi menawarkan fleksibilitas bagi Iran, namun dampaknya mungkin terbatas kecuali jika ditingkatkan secara dramatis, yang pada akhirnya dapat memicu respons langsung dari AS.
4. Perang Siber dan Operasi Rahasia
Kemampuan siber Iran yang signifikan menyediakan metode pembalasan yang relatif berisiko rendah namun berpotensi merusak.
- Target Infratruktur: Serangan siber sebelumnya telah menargetkan infrastruktur minyak Saudi, bank-bank AS, dan sistem air Israel.
- Melewati Pertahanan Tradisional: Perang siber memungkinkan Iran untuk melewati pertahanan militer tradisional. Selain itu, tindakan rahasia seperti sabotase atau pembunuhan terhadap target lunak AS atau Israel tetap menjadi pilihan.
- Kerusakan yang Dapat Disangkal: Iran telah menjadi mahir dalam menimbulkan kerusakan melalui cara-cara digital yang dapat disangkal, sehingga menghindari perang skala penuh dan atribusi langsung.
5. Eskalasi Nuklir: Ancaman Penarikan Diri dari NPT
Serangan terhadap fasilitas nuklir Iran memiliki dampak simbolis yang sangat besar, dan Teheran dapat merespons dengan langkah-langkah yang mengarah pada eskalasi nuklir.
- Meninggalkan NPT: Beberapa anggota parlemen Iran telah mengusulkan penarikan diri dari Perjanjian