Waspada! **Kasus Diabetes Anak Meningkat Tajam**, Kunci Ada pada **Pola Konsumsi yang Dikendalikan**

Dipublikasikan 27 Juli 2025 oleh admin
Kesehatan

Yogyakarta, zekriansyah.com – Dulu, penyakit diabetes identik dengan usia lanjut. Namun, kini ada fenomena yang bikin kita semua miris: kasus diabetes anak meningkat drastis di Indonesia. Tren ini bukan lagi sekadar kabar angin, melainkan kenyataan serius yang butuh perhatian segera dari kita semua, terutama para orang tua. Artikel ini akan membahas mengapa fenomena ini terjadi, dampaknya, serta langkah-langkah konkret yang bisa kita lakukan untuk mengendalikan pola konsumsi anak demi masa depan yang lebih sehat.

Waspada! **Kasus Diabetes Anak Meningkat Tajam**, Kunci Ada pada **Pola Konsumsi yang Dikendalikan**

Ilustrasi menunjukkan peningkatan kasus diabetes pada anak yang mengkhawatirkan, menekankan pentingnya pengendalian pola konsumsi makanan dan minuman manis serta gaya hidup aktif untuk masa depan yang lebih sehat.

Mengapa Diabetes Kini Menyerang Anak-Anak?

Peningkatan kasus diabetes pada anak-anak ini adalah alarm bagi kita. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), prevalensi anak penderita diabetes meningkat hingga 70 kali lipat pada Januari 2023 dibandingkan tahun 2010. Data BPJS Kesehatan juga menunjukkan kenaikan kunjungan pasien diabetes anak sekitar 1.000 kasus dari 2018 hingga 2022. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?

Direktur RSU Kertha Usada, dr. I Wayan Parna Arianta, MARS, menjelaskan bahwa secara umum, diabetes pada anak bisa terjadi karena dua faktor utama: genetik dan pola hidup yang buruk. “Kalau dari sisi klinis, diabetes pada anak biasanya disebabkan karena keturunan, atau faktor genetik yang dibawa sejak lahir. Tapi dalam beberapa kasus yang muncul akhir-akhir ini, justru tidak ditemukan riwayat genetik dari orang tua maupun kakek-nenek,” ungkapnya.

Ini artinya, perhatian kita harus lebih tertuju pada faktor kedua: pola hidup anak. Ya, kebiasaan sehari-hari anak kita yang cenderung bebas mengonsumsi makanan dan minuman manis menjadi pemicu utama.

Jajanan Manis dan Gaya Hidup Minim Gerak: Pemicu Utama

Bayangkan saja, anak-anak kita sekarang sangat mudah menemukan dan membeli jajanan yang tinggi gula. Mulai dari minuman berpemanis dalam kemasan, makanan ringan, hingga makanan instan. Survei Kesehatan Indonesia (2023) bahkan menunjukkan, satu dari dua anak usia 3-14 tahun mengonsumsi makanan dan minuman manis lebih dari sekali sehari. Enam dari sepuluh anak di rentang usia yang sama juga sering mengonsumsi makanan instan.

Seperti yang disampaikan oleh dr. Parna, “Anak-anak sekarang cenderung sering jajan minuman dan makanan manis, terutama yang dijual bebas di sekolah. Sayangnya, orang tua kerap tidak mengetahui apa yang dikonsumsi anak mereka setiap hari.”

Selain asupan gula berlebih, kurangnya aktivitas fisik juga menjadi masalah besar. Pandemi Covid-19 lalu turut memperparah kebiasaan anak yang lebih banyak berdiam diri di rumah, asyik dengan gawai, dan minim bergerak. Padahal, olahraga atau sekadar bermain aktif di luar rumah sangat penting untuk membakar gula dalam tubuh dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Jika anak kurang bergerak, risiko resistensi insulin akan meningkat, yang pada akhirnya memicu diabetes.

Peran Orang Tua: Garda Terdepan Pencegahan Diabetes Anak

Melihat fakta ini, peran orang tua menjadi sangat krusial. Kita adalah benteng pertama dalam menjaga kesehatan anak-anak. Berikut beberapa langkah yang bisa kita lakukan:

1. Kendalikan Pola Makan Sejak Dini

  • Siapkan Makanan dari Rumah: Ini adalah cara paling efektif untuk mengontrol asupan gizi anak. Bekali anak dengan makanan dan minuman sehat buatan rumah, bukan uang saku yang bisa dipakai membeli jajanan sembarangan.
  • Batasi Gula dan Garam: Anak-anak sangat menyukai rasa manis dan asin. Namun, kita harus tegas membatasi asupannya. Kementerian Kesehatan merekomendasikan konsumsi gula tambahan tidak lebih dari 50 gram (sekitar 4 sendok makan) per hari untuk dewasa, dan lebih sedikit lagi untuk anak-anak (WHO merekomendasikan 30 gram atau 6 sendok teh per hari). Banyak produk susu berperisa dalam kemasan saja sudah mengandung 30-50% dari rekomendasi maksimal gula harian!
  • Pilih Makanan Bergizi Seimbang: Fokus pada karbohidrat kompleks, protein tanpa lemak, ikan yang kaya omega-3, kacang-kacangan, roti gandum, serta aneka buah dan sayur. Pedoman “Isi Piringku” dari Kementerian Kesehatan bisa menjadi acuan praktis.
  • Hindari Makanan Ultra Proses: Makanan ini seringkali tinggi gula, garam, lemak, serta bahan tambahan buatan. Mengurangi konsumsi ini adalah langkah besar untuk mencegah obesitas dan diabetes.

2. Dorong Anak Aktif Bergerak

  • Ajak Berolahraga Rutin: Ajak anak melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari atau 150 menit per minggu dengan intensitas sedang. Ini bisa berupa lari jarak pendek, bermain bulu tangkis, berenang, atau sekadar bermain di luar rumah.
  • Batasi Waktu Layar (Gawai): Alihkan perhatian anak dari gawai ke kegiatan fisik yang menyenangkan. Bermain di luar rumah tidak hanya menyehatkan fisik, tapi juga mendukung tumbuh kembang sosial dan emosional mereka.

3. Libatkan Keluarga dan Edukasi Anak

  • Jadilah Teladan: Anak-anak cenderung meniru kebiasaan orang tuanya. Terapkan pola makan sehat dan gaya hidup aktif di rumah sebagai contoh bagi mereka.
  • Ajari Membaca Label Kemasan: Edukasi anak untuk memahami informasi gizi pada label kemasan, terutama kandungan gula, garam, dan lemak. Ini akan membantu mereka membuat pilihan makanan yang lebih bijak.
  • Pemeriksaan Berkala: Jika ada riwayat diabetes di keluarga atau anak menunjukkan gejala, lakukan pemeriksaan kadar gula darah secara berkala. Deteksi dini sangat penting untuk penanganan yang tepat.

Sinergi Pemerintah dan Industri: Tanggung Jawab Bersama

Pencegahan diabetes anak bukan hanya tugas orang tua, tapi juga tanggung jawab bersama pemerintah dan industri. Diah Saminarsih, CEO Center for Indonesia’s Strategic Development Initiative (CISDI), mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi yang dapat mendorong masyarakat membatasi konsumsi gula, seperti penerapan cukai pada minuman berpemanis dan kewajiban produsen memberi label yang tidak hanya mencantumkan kandungan gula, tetapi juga batas konsumsi gula per hari.

“Tanpa intervensi pemerintah, kasus diabetes anak dikhawatirkan akan terus meningkat, menurunkan daya saing mereka di masa depan, serta menambah beban biaya kesehatan yang ditanggung negara,” ujar Diah.

Kesimpulan

Peningkatan kasus diabetes anak meningkat adalah peringatan serius bagi kita semua. Dampaknya tidak main-main, bisa memicu komplikasi serius seperti gagal ginjal dan penyakit jantung di usia muda. Namun, kita punya kekuatan besar untuk mencegahnya, yaitu dengan mengendalikan pola konsumsi dan gaya hidup anak-anak kita.

Dengan pola makan sehat, aktivitas fisik yang cukup, dan dukungan penuh dari keluarga serta lingkungan, kita bisa melindungi generasi muda dari ancaman diabetes. Mari bersama-sama menjadi garda terdepan untuk memastikan anak-anak kita tumbuh sehat, kuat, dan siap menghadapi masa depan yang gemilang. Jangan biarkan kelalaian dalam memilih makanan merenggut potensi mereka. Mulailah dari rumah, mulai dari sekarang!