Yogyakarta, zekriansyah.com – Kanker serviks, atau yang sering disebut kanker leher rahim, adalah momok menakutkan bagi banyak perempuan. Penyakit ini menjadi pembunuh nomor dua setelah kanker payudara di Indonesia, dan sayangnya, banyak kasus baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut. Di Jawa Tengah sendiri, upaya deteksi dini kanker serviks masih menghadapi tantangan besar. Meskipun pemerintah sudah menyediakan layanan pemeriksaan gratis seperti IVA test dan HPV DNA di Puskesmas, banyak perempuan enggan memeriksakan diri. Alasannya? Malu, takut, dan anggapan tabu seputar kesehatan reproduksi.
Ilustrasi: Ribuan perempuan di Jawa Tengah masih enggan mengikuti program deteksi dini kanker serviks gratis akibat rasa malu dan takut, menghambat upaya pencegahan dan pengobatan.
Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa kendala ini begitu kuat di Jawa Tengah, bagaimana dampak yang ditimbulkannya, serta upaya apa saja yang sedang dilakukan untuk mengatasinya. Mari kita pahami bersama demi kesehatan perempuan Indonesia.
Mengapa Deteksi Dini Kanker Serviks di Jateng Masih Jadi PR Besar?
Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Tengah mencatat, kanker serviks merupakan penyakit mematikan dengan kasus yang cukup tinggi. Sebagian besar kasus ini disebabkan oleh infeksi virus human papilloma virus (HPV). Ironisnya, layanan pemeriksaan seperti IVA test (Inspeksi Visual Asam Asetat) dan HPV DNA sudah tersedia secara cuma-cuma di berbagai Puskesmas, namun pemanfaatannya masih jauh dari harapan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Jateng, Irma Makiah, menjelaskan bahwa ada beberapa faktor utama yang menghambat. “Masyarakat kita memang literasinya kurang. Banyak perempuan menolak periksa karena malu, tidak nyaman, karena itu organ sensitif. Atau takut, ada juga yang bilang lebih baik tidak tahu daripada stres kalau hasilnya positif,” ungkapnya.
Stigma mengenai kesehatan reproduksi juga menjadi tembok tebal. Masih ada anggapan bahwa organ vital perempuan adalah hal yang tabu untuk dilihat orang lain, bahkan oleh tenaga medis profesional. Padahal, tenaga medis yang bertugas sudah terlatih dan sangat menjaga privasi pasien.
Menyingkap Rasa Malu dan Takut: Kisah Nyata Para Perempuan
Rasa malu dan takut ini bukanlah isapan jempol belaka. Banyak perempuan yang mengalaminya, bahkan di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). Mieke, seorang pegawai Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, pernah merasakan kekhawatiran serupa saat hendak menjalani tes IVA. Saking groginya, ia sempat meminta antreannya dilewati.
“Aku di-skip aja dulu deh. Aku grogi nih,” ujarnya kepada petugas pendaftaran, seperti dikutip dari jatengprov.go.id. Beruntung, petugas berhasil menenangkan Mieke, dan ia akhirnya bersedia. Setelah dinyatakan negatif prakanker serviks, Mieke pun mengungkapkan kebahagiaannya. “Yes, aku berhasil. Walaupun tadi tanganku sempat dipegangi dua orang,” tuturnya.
Kisah Mieke ini menunjukkan bahwa dukungan dan jaminan dari tenaga medis sangat krusial. Ketua TP PKK Provinsi Jawa Tengah saat itu, Hj. Atikoh Ganjar Pranowo, juga sering menenangkan para ibu yang tegang. Ia berpesan agar tidak perlu khawatir, sebab jika diketahui dari awal, kanker justru akan lebih mudah diobati. Dokter spesialis kandungan dan kebidanan sub-spesialis onkologi, dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, Sp.OG(K) Onk, juga menegaskan bahwa prosedur deteksi kanker serviks memang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, namun fasilitas kesehatan sudah tersedia dan dicakup BPJS.
Data dan Angka: Potret Kanker Serviks di Jawa Tengah
Angka penderita kanker serviks di Jawa Tengah cukup mengkhawatirkan.
- Sepanjang tahun 2024, sebanyak 2.515 perempuan di Jawa Tengah menderita kanker serviks, berdasarkan data FKTP Dinkes Jateng.
- Pada tahun 2021, tercatat 1.545 kasus, dan meningkat menjadi 2.444 kasus di tahun 2022, menunjukkan kenaikan signifikan sebesar 57,9 persen.
- Secara nasional, Kementerian Kesehatan memperkirakan lebih dari 36.000 kasus baru terdeteksi setiap tahunnya. Ironisnya, sekitar 70 persen dari kasus tersebut baru diketahui pada stadium lanjut, yang secara signifikan meningkatkan risiko kematian.
Dinkes Jateng memiliki sasaran pemeriksaan IVA test untuk lebih dari 5,5 juta perempuan berusia 30–50 tahun, dan pemeriksaan HPV DNA untuk 9,6 juta perempuan usia 30–69 tahun. Namun, capaian skrining dini ini masih jauh dari target, meskipun cakupan imunisasi HPV untuk anak dan remaja di Jateng sudah termasuk yang terbaik secara nasional.
Langkah Konkret Pemerintah dan Komunitas: Melawan Ketakutan dan Stigma
Melihat kondisi ini, berbagai pihak tidak tinggal diam. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terus menggencarkan integrasi sosialisasi dengan program lain, seperti Bulan Imunisasi Anak Sekolah dan kegiatan pemeriksaan massal. Peran keluarga dan komunitas juga sangat ditekankan untuk mendorong perempuan berani melakukan pemeriksaan.
Beberapa upaya konkret meliputi:
- Pentingnya Peran Keluarga dan Ulama: Ketua TP PKK Jateng, Siti Atikoh Ganjar Pranowo, juga menyoroti pentingnya dukungan suami yang dapat mengurangi keraguan, rasa malu, atau takut istri. Bahkan, peran ulama dinilai efektif menggugah kesadaran masyarakat.
- Gerakan Komunitas: Pengurus Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama (PW Fatayat NU) Jateng meluncurkan Gerakan Fatayat Cerdik (Cegah Sedari Dini Kanker Serviks) untuk mengedukasi kader-kader mengenai gejala dan pencegahan kanker serviks. Mereka berharap kesadaran akan muncul, sehingga perempuan tidak lagi takut untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear atau IVA.
- Inovasi Layanan Kesehatan: Puskesmas Poncol Kota Semarang meluncurkan inovasi DIVA SEMARANG (Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Payudara Kota Semarang) dengan program “RASA MANIS” (Rabu Sabtu Mampir IVA SADANIS di Poncol). Inovasi ini menyediakan jadwal pelayanan dan konseling khusus deteksi IVA dan SADANIS dengan sistem pendaftaran online, serta layanan IVA SADANIS Mobile yang menjangkau masyarakat di luar Puskesmas.
- Edukasi Tenaga Medis: Dokter Kartiwa juga menekankan perlunya pemerintah memberikan pendidikan kepada bidan-bidan agar perempuan bisa lebih nyaman menjalani pemeriksaan. Dinkes Jateng sendiri terus melakukan pelatihan skrining tes IVA bagi tenaga medis untuk memenuhi kebutuhan di setiap kabupaten.
Jangan Tunda! Deteksi Dini Selamatkan Nyawa
Kanker serviks seringkali tidak menunjukkan gejala pada stadium awal. Ini berarti, saat gejala muncul seperti cairan abnormal atau pendarahan di luar siklus menstruasi, kanker mungkin sudah mencapai tahap lanjut. Oleh karena itu, deteksi dini adalah kunci utama untuk menyelamatkan nyawa.
- Skrining Rutin: Perempuan yang sudah menikah atau aktif secara seksual disarankan untuk melakukan skrining rutin seperti IVA test atau Pap Smear. Idealnya, pemeriksaan Pap Smear atau IVA dilakukan minimal tiga hari setelah bersih dari darah haid dan keputihan, serta menghindari hubungan seksual tiga hari sebelum pemeriksaan.
- Jadwal Rekomendasi: Dokter menyarankan pemeriksaan Pap Smear atau IVA dua tahun sekali. Jika tidak ada keluhan yang mengarah ke kanker serviks, minimal satu tahun sekali, dan jika ada keluhan, disarankan enam bulan sekali.
- Manfaat Deteksi Dini: Semakin cepat kanker leher rahim terdeteksi, semakin tinggi harapan hidup pasien. Jika masih stadium awal, kemungkinan untuk disembuhkan sangat besar, dan pengobatan yang dijalani akan lebih ringan.
- Vaksinasi HPV: Selain deteksi dini, pemerintah juga gencar menjalankan program pemberian vaksin human papillomavirus (HPV) sebagai upaya menekan risiko infeksi virus penyebab utama kanker serviks.
Ingat, kesehatan reproduksi adalah hak dan tanggung jawab setiap perempuan. Rasa malu dan takut jangan sampai menghalangi Anda untuk menjaga diri. Pemerintah sudah menyediakan fasilitas dan dukungan, kini tinggal keberanian kita untuk melangkah. Mari berani periksa, demi masa depan yang lebih sehat dan kuat!