Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar terbaru dari Kabupaten Pandeglang, Banten, menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2025 ini, sudah ada 192 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tercatat. Angka ini tentu perlu menjadi perhatian kita bersama. Meski begitu, ada secercah kabar baik: Dinas Kesehatan (Dinkes) Pandeglang mengonfirmasi bahwa sejauh ini tidak ada korban jiwa akibat penyakit ini di tahun 2025. Ini adalah pencapaian yang patut diapresiasi, namun kewaspadaan tetap harus diutamakan, terutama saat Dinkes imbau masyarakat untuk lebih siaga menghadapi potensi lonjakan kasus di musim penghujan.
Dinkes Pandeglang imbau warga tingkatkan kewaspadaan jelang musim hujan setelah 192 kasus DBD dilaporkan pada awal 2025.
Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai situasi DBD di Pandeglang, penyebabnya, serta langkah-langkah pencegahan yang bisa kita lakukan. Yuk, simak agar kita bisa menjaga keluarga dan lingkungan tetap aman dari ancaman nyamuk Aedes aegypti!
Kasus DBD di Pandeglang: Menurun Drastis, Namun Ancaman Tetap Nyata
Jika kita melihat ke belakang, angka kasus DBD di Pandeglang tahun ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun 2024, Kabupaten Pandeglang mencatat 1.122 kasus DBD dengan empat korban meninggal dunia. Bandingkan dengan 192 kasus di tahun 2025 (data per awal September), ini tentu sebuah kemajuan dalam upaya pengendalian penyakit.
Berikut perbandingan data kasus DBD di Pandeglang:
Tahun | Jumlah Kasus | Kematian |
---|---|---|
2024 | 1.122 | 4 |
2025 | 192 | 0 |
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2) Dinkes Pandeglang, Dian Handayani, menjelaskan bahwa data untuk bulan Agustus 2025 masih terus diinput, dengan laporan terakhir masuk ke Dinkes pada 10 September 2025. “Jumlah kasusnya ada 192. Untuk Agustus 2025 datanya belum seluruhnya masuk karena laporan terakhir ke Dinkes pada 10 Agustus 2025. Kasus Agustus maksimal dilaporkan 10 September 2025,” ujarnya pada Sabtu, 6 September 2025.
Musim Pancaroba: Pemicu Utama Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti
Meskipun angka kasus menurun, Dinkes Pandeglang tetap menekankan pentingnya kewaspadaan. Mengapa? Karena musim pancaroba atau pergantian musim, di mana hujan diselingi panas, menjadi “surga” bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak. Genangan air di wadah-wadah bekas, bak mandi, hingga plastik yang terbuang, bisa menjadi tempat ideal bagi nyamuk-nyamuk ini bertelur.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Pandeglang, Encep Hermawan, menjelaskan, “Perubahan cuaca dengan hujan diselingi panas, menyebabkan banyak genangan air yang ideal untuk tempat berkembang biak nyamuk.” Ia juga menambahkan bahwa daerah endemis DBD dan wilayah dengan mobilitas tinggi seperti pinggir jalan lebih berisiko, namun desa-desa pun tak luput dari ancaman penyebaran DBD. Ini seperti sebuah rantai, satu nyamuk terinfeksi bisa menularkan ke banyak orang di sekitarnya.
Langkah Konkret Pencegahan: Gerakan 3M Plus hingga Satu Rumah Satu Jumantik
Untuk menekan kasus DBD, Dinkes Pandeglang tidak tinggal diam. Berbagai upaya pencegahan terus digencarkan, dan ini membutuhkan peran aktif dari seluruh masyarakat. Dian Handayani menekankan pentingnya Gerakan 3M Plus, yaitu:
- Menguras tempat penampungan air seperti bak mandi dan vas bunga secara rutin.
- Menutup rapat tempat penampungan air agar nyamuk tidak bisa masuk.
- Mendaur ulang barang bekas yang bisa menampung air hujan.
“Selain 3M, ada juga gerakan satu rumah satu jumantik, sosialisasi gejala DBD, serta imbauan agar masyarakat segera membawa pasien ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala DBD,” tambah Dian.
Peran Jumantik dan Kesiapsiagaan Petugas Kesehatan
Program Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) menjadi garda terdepan dalam memantau jentik nyamuk di lingkungan rumah tangga setiap minggunya. Ini seperti memiliki detektif nyamuk pribadi di setiap rumah. Selain itu, Dinkes Pandeglang juga meningkatkan kesiapsiagaan petugas kesehatan dengan menggelar _On-the-Job Training_ (OJT) bagi 12 petugas surveilans wilayah I. Ini penting agar penanganan tidak hanya fokus pada DBD, tetapi juga penyakit menular lainnya.
Mengenai _fogging_ atau pengasapan, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes Pandeglang, Samsudin, menyebut bahwa Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) lebih efektif dan berkelanjutan. _Fogging_ hanya membunuh nyamuk dewasa dan bersifat sementara. Meskipun alat _fogging_ tersedia di setiap puskesmas, penggunaannya belum masif karena tidak ada lonjakan kasus yang signifikan. Dinkes juga memastikan ketersediaan stik deteksi DBD dan obat-obatan pendukung di fasilitas kesehatan.
Jangan Tunda, Segera ke Fasilitas Kesehatan Jika Ada Gejala!
Masyarakat diimbau untuk mengenali gejala DBD seperti demam tinggi yang tidak turun dalam tiga hari, nyeri otot, atau munculnya bintik merah di kulit. Jika mengalami gejala-gejala ini, jangan menunda. “Segera bawa pasien ke fasilitas kesehatan bila ada gejala. Kesadaran masyarakat untuk bertindak cepat menjadi kunci agar tren penurunan kasus DBD terus terjaga,” tegas Samsudin. Penanganan cepat sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Kesimpulan: Bersama Kita Lawan DBD!
Meskipun DBD Pandeglang capai 192 kasus di tahun 2025 dengan nol kematian adalah berita baik, ini bukan alasan untuk lengah. Dinkes imbau kita semua untuk terus meningkatkan kewaspadaan, terutama menjelang dan selama musim penghujan. Dengan konsisten menerapkan Gerakan 3M Plus, aktif dalam G1R1J, serta segera mencari pertolongan medis jika ada gejala DBD, kita bisa bersama-sama menjaga Pandeglang bebas dari ancaman Demam Berdarah Dengue. Mari jadikan kebersihan lingkungan sebagai gaya hidup kita sehari-hari!