Apple Bisa ‘Hancur’ seperti BlackBerry? Menguak Strategi AI yang Bikin Cemas Para Pakar

Dipublikasikan 17 Agustus 2025 oleh admin
Teknologi Dan Gadget

Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa yang tak kenal Apple? Perusahaan teknologi raksasa ini masih begitu perkasa di pasar saham dengan valuasi triliunan dolar dan penjualan iPhone yang terus laris manis. Namun, di balik semua gemerlap kejayaan itu, ada bisik-bisik kekhawatiran yang mulai terdengar dari para analis. Sebuah prediksi mengejutkan menyebut strategi AI Apple bisa menciptakan “momen BlackBerry” bagi mereka.

Apple Bisa 'Hancur' seperti BlackBerry? Menguak Strategi AI yang Bikin Cemas Para Pakar

Kekhawatiran Pakar: Strategi AI Apple Dipertanyakan, Mungkinkah Terjebak ‘Momen BlackBerry’ di Era Baru Teknologi?

Momen BlackBerry? Mengapa perusahaan sehebat Apple bisa disamakan dengan nasib BlackBerry yang kini nyaris tinggal kenangan? Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa perbandingan ekstrem ini muncul, pelajaran berharga dari kejatuhan BlackBerry, dan apa saja yang perlu dilakukan Apple agar tidak hancur garagara strategi yang salah.

Mengapa BlackBerry yang Perkasa Dulu Bisa Tumbang?

Mari kita sejenak menengok ke belakang, ke era ketika BlackBerry adalah raja. Di awal tahun 2000-an, BlackBerry bukan sekadar ponsel, tapi simbol status dan profesionalisme. Fitur-fitur andalannya membuat banyak orang, dari pebisnis hingga anak muda, terpikat.

Dulu Raja, Kini Tinggal Kenangan

BlackBerry Messenger (BBM) menjadi aplikasi chatting eksklusif yang sangat populer, bahkan memiliki PIN BBM adalah sebuah kebanggaan. Ditambah lagi, keyboard fisik QWERTY yang nyaman untuk mengetik cepat dan fitur email terenkripsi yang menjamin keamanan data, menjadikan BlackBerry pilihan utama para profesional. Pada tahun 2009, BlackBerry bahkan menguasai hampir 50% pasar smartphone di Amerika Serikat.

Namun, kejayaan itu tak bertahan lama. Hanya dalam waktu tujuh tahun, pangsa pasarnya anjlok drastis hingga tinggal 0,1% pada 2016. Nama BlackBerry nyaris hilang dari percakapan, menjadi contoh klasik bagaimana sebuah raksasa bisa tumbang.

Meremehkan Gelombang Baru: iPhone dan Android

Salah satu penyebab utama kehancuran BlackBerry adalah kegagalannya beradaptasi dengan cepat. Ketika iPhone muncul pada 2007 dengan konsep layar sentuh penuh dan Android menyusul tak lama kemudian dengan ekosistem aplikasi yang terbuka, BlackBerry justru meremehkannya.

Para petinggi BlackBerry kala itu menganggap iPhone hanya “ponsel mainan” dengan baterai lemah dan keyboard sentuh yang susah. Mereka terlalu percaya diri dengan keunggulan tradisionalnya, seperti keamanan dan keyboard fisik, serta sistem operasi tertutup mereka sendiri yang kaku.

“Cobalah mengetik di layar sentuh iPhone, itu kesulitan nyata,” kata Jim Balsillie, salah satu CEO BlackBerry kala itu.

Alih-alih cepat merespons tren inovasi teknologi yang mengarah ke user experience yang intuitif, fitur multimedia yang kaya, dan kemudahan akses ke berbagai aplikasi, BlackBerry justru lambat. Mereka terlambat menghadirkan ponsel layar sentuh yang matang (seperti BlackBerry Storm yang gagal) dan juga terlambat merilis sistem operasi baru (BlackBerry 10 baru rilis 2013). Konsumen bergerak cepat, dan BlackBerry tertinggal jauh di belakang.

Pelajaran Berharga dari Kejatuhan BlackBerry

Kisah BlackBerry memberikan kita banyak pelajaran. Pertama, jangan terlalu nyaman dengan kejayaan. Sekuat apapun sebuah merek, jika tidak beradaptasi dengan perubahan pasar dan kebutuhan konsumen, ia bisa tergilas. Kedua, adaptasi yang cepat dan tulus adalah kunci. BlackBerry sempat mencoba beradaptasi, tapi seringkali terlambat dan setengah hati. Terakhir, fokus pada pengguna, bukan ego internal. BlackBerry terlalu sibuk menjaga “jati diri” mereka sampai lupa bahwa inti bisnis adalah memenuhi kebutuhan pasar.

Bisakah Apple Mengalami ‘Momen BlackBerry’ di Era AI?

Kini, kekhawatiran serupa menghantui Apple, meskipun di skala yang jauh lebih besar. Analis Wedbush, Daniel Ives, mengibaratkan potensi risiko Apple ini sebagai “momen BlackBerry”.

Apple di Puncak, Tapi Dituding Stagnan dalam AI

Apple memang masih dominan dengan nilai perusahaan mencapai US$ 3,3 triliun dan basis pengguna yang masif: 2,4 miliar perangkat iOS dan 1,5 miliar iPhone aktif secara global. Namun, Daniel Ives menyoroti satu area krusial: kecerdasan buatan (AI).

Menurut Ives, Apple tampak berpuas diri di tengah gelombang besar revolusi AI yang tengah mencengkeram Silicon Valley. Panggung utama inovasi AI justru dipegang oleh raksasa lain seperti Google, Alphabet, dan Microsoft, yang gencar memonetisasi tren teknologi terbesar dalam 40 tahun terakhir ini.

“Sementara itu Apple seperti sedang duduk di bangku taman sambil menikmati limun menyaksikan inovasi teknologi ini mengubah dunia,” kata Ives.

Kritik pedas ini beralasan. Ives menilai inovasi AI tidak terjadi secara optimal di dalam “Apple Park” (markas besar Apple) karena kurangnya terobosan dan terus-menerus kehilangan talenta AI terbaik. Apple, dengan aset basis pengguna terbesarnya, dinilai belum memanfaatkannya dengan optimal di sektor AI.

Kekhawatiran Para Analis dan Solusi yang Disarankan

Untuk membuktikan diri bersaing di sektor AI dan menghindari “momen BlackBerry”, Daniel Ives memberikan tiga rekomendasi kunci bagi Apple dan CEO Tim Cook:

  1. Akuisisi Startup AI: Apple disarankan untuk mengakuisisi startup mesin pencari AI seperti Perplexity sebelum terlambat. Langkah ini bisa memperkuat strategi AI perusahaan dan meningkatkan kapabilitas Siri. Meski butuh biaya besar (sekitar USD 30 miliar), Tim Cook sendiri tidak menampik kemungkinan akuisisi di bidang AI jika itu mempercepat roadmap mereka.
  2. Rekrut Talenta AI Agresif: Apple perlu lebih agresif menarik talenta AI terbaik dan merekrut eksekutif teknologi dari luar, meskipun dengan biaya besar. Perombakan pada jajaran manajemen di bawah Tim Cook dinilai penting.
  3. Kolaborasi Erat dengan Google: Ives menyarankan Apple menjalin kemitraan strategis dengan Google, termasuk mengintegrasikan Gemini AI ke dalam ekosistem iPhone. Menurutnya, “Waktu tidak berpihak pada Apple dan mereka perlu mengambil beberapa langkah besar sekarang, dan memperkuat kemitraan dengan Google adalah langkah yang tepat.”

Bukan Sekadar Perbandingan Angka, Tapi Soal Strategi dan Adaptasi

Perbandingan antara BlackBerry dan Apple memang terasa ekstrem jika melihat nilai kapitalisasi pasar mereka. BlackBerry mencapai puncaknya di US$ 83,5 miliar pada 2008, sementara Apple kini menyentuh US$ 3,3 triliun. Namun, poin pentingnya bukan pada angka, melainkan pada esensi strategi dan adaptasi.

Sejarah inovasi teknologi penuh dengan cerita raksasa yang tumbang setelah berjaya, seperti BlackBerry, Nokia, hingga Kodak. Intinya adalah bahwa perusahaan sebesar apapun bisa mengalami kemunduran drastis jika gagal beradaptasi dengan strategi yang tepat di tengah perubahan inovasi teknologi yang masif. Kelambatan dalam merespons tren atau terlalu puas diri di puncak kejayaan bisa menjadi bumerang paling mematikan.

Kesimpulan

Kisah BlackBerry adalah pengingat bahwa kejayaan tidak bertahan tanpa adaptasi dan inovasi yang berkelanjutan. Bagi Apple, peringatan dari para analis ini menjadi momentum penting untuk introspeksi. Meskipun masih di puncak, mereka harus aktif bergerak, berinvestasi besar di kecerdasan buatan, dan menjalin kemitraan strategis agar tidak bernasib sama dengan BlackBerry yang hancur garagara strategi yang terlambat dan keliru.

Di dunia teknologi yang bergerak sangat cepat ini, kecepatan respons dan kemauan untuk terus berinovasi adalah kunci utama agar sebuah merek tetap relevan dan tidak tergilas oleh zaman. Siapa pun yang lambat beradaptasi, sekuat apa pun mereknya dulu, berisiko besar untuk tenggelam.

FAQ

Tanya: Mengapa Apple bisa dibandingkan dengan nasib BlackBerry yang dulu pernah berjaya?
Jawab: Perbandingan ini muncul karena kekhawatiran bahwa strategi AI Apple yang dinilai lambat atau salah bisa menyebabkan penurunan drastis seperti yang dialami BlackBerry.

Tanya: Apa saja faktor utama yang menyebabkan kejatuhan BlackBerry?
Jawab: BlackBerry tumbang akibat kegagalan beradaptasi dengan perubahan pasar, seperti lambat mengadopsi layar sentuh dan ekosistem aplikasi yang tertutup.

Tanya: Apa yang dimaksud dengan “momen BlackBerry” dalam konteks Apple?
Jawab: “Momen BlackBerry” merujuk pada skenario di mana perusahaan teknologi besar yang dominan bisa kehilangan posisinya secara cepat karena tidak mampu mengikuti inovasi atau tren pasar.