Yogyakarta, zekriansyah.com – Mendengar kata hepatitis, mungkin sebagian dari kita langsung terbayang penyakit hati yang serius. Dan memang benar, penyakit ini adalah ancaman nyata bagi kesehatan, bahkan di Indonesia. Bayangkan, data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa hingga Juli 2025, ada sekitar 6,7 juta warga Indonesia terinfeksi hepatitis B dan sekitar 2,5 juta lainnya terinfeksi hepatitis C. Angka yang sangat besar, bukan? Yang lebih mengkhawatirkan, sebagian besar dari mereka bahkan belum terdiagnosis dan belum mendapatkan pengobatan.
Jutaan warga Indonesia terinfeksi Hepatitis B dan C, ancaman kesehatan senyap yang perlu diwaspadai melalui pemahaman penularan dan pencegahan.
Kondisi ini menjadikan hepatitis sebagai “silent pandemic” atau pandemi senyap. Mengapa senyap? Karena seringkali gejala awal penyakit ini tidak terlihat, alias tanpa tanda-tanda khusus. Namun, jika dibiarkan tanpa penanganan, hepatitis bisa memicu komplikasi serius seperti sirosis (pengerasan hati) dan bahkan kanker hati. Tentu kita tidak ingin hal ini terjadi, bukan? Oleh karena itu, penting sekali bagi kita untuk memahami apa itu hepatitis, bagaimana cara penularannya, dan yang terpenting, bagaimana cara mencegahnya. Mari kita bahas lebih lanjut!
Angka Kasus Hepatitis di Indonesia: Sebuah Ancaman Senyap yang Perlu Diwaspadai
Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dan Kemenkes memang menunjukkan gambaran yang cukup memprihatinkan. Dengan 6,7 juta penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis B, negara kita termasuk salah satu dengan jumlah kasus yang tinggi di Asia Tenggara. Secara global pun, angkanya tak kalah mencengangkan, sekitar 254 juta orang menderita hepatitis B kronis.
Ironisnya, dari jutaan kasus ini, hanya sebagian kecil yang sudah terdiagnosis dan menerima pengobatan. Ini persis seperti yang diungkapkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, dr. Ina Agustina Isturini, MKM. Beliau menjelaskan bahwa kebanyakan kasus hepatitis ini tidak terdeteksi sejak dini, sehingga ketika pasien datang ke fasilitas kesehatan, kondisi hati mereka sudah parah.
Hepatitis Itu Apa Sih? Mengenal Lebih Dekat Peradangan Hati
Secara sederhana, hepatitis adalah peradangan pada hati. Peradangan ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari infeksi virus, penggunaan obat-obatan tertentu, konsumsi alkohol berlebihan, kondisi medis tertentu, hingga penumpukan lemak di hati (perlemakan hati).
Namun, yang paling umum dan menjadi perhatian utama adalah hepatitis yang disebabkan oleh virus, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, dan E. Meski semua menyerang hati, karakter penyakitnya berbeda-beda:
- Hepatitis A dan E: Umumnya bersifat akut (jangka pendek) dan bisa sembuh sendiri. Penularannya sering melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi (jalur fekal-oral).
- Hepatitis B dan C: Ini yang lebih berbahaya karena cenderung bersifat kronis (jangka panjang) dan dapat menyebabkan kerusakan hati permanen, sirosis, hingga kanker hati jika tidak ditangani dengan baik.
Nah, fokus kita kali ini adalah pada hepatitis B dan hepatitis C yang memiliki angka kasus tinggi dan potensi komplikasi serius.
Jalur Penularan Hepatitis B dan C: Hati-hati, Jangan Sampai Kena!
Memahami cara penularan hepatitis adalah kunci untuk mencegahnya. Hepatitis B dan C tidak menular semudah batuk atau bersin. Kedua jenis virus ini ditularkan melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh dari orang yang terinfeksi.
Berikut adalah beberapa jalur penularan utama yang perlu Anda ketahui:
-
Penularan dari Ibu ke Anak saat Proses Persalinan
Ini adalah jalur penularan paling tinggi dan paling umum di Indonesia untuk hepatitis B. Jika seorang ibu hamil positif terinfeksi hepatitis B, virus dapat masuk ke tubuh bayi melalui tali pusat selama proses kelahiran. Virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA, kemudian akan menyerang sel-sel hati bayi dan dapat bersarang bahkan menyatu dengan DNA manusia, menyebabkan infeksi kronis sejak dini. -
Berbagi Jarum Suntik
Penggunaan jarum suntik secara bergantian, terutama di kalangan pengguna narkotika suntik, adalah jalur penularan yang sangat berisiko. Selain itu, praktik tato atau tindik yang menggunakan peralatan tidak steril juga bisa menjadi media penularan. -
Alat Medis atau Pribadi yang Tidak Steril
Alat-alat medis yang tidak disterilkan dengan benar bisa menjadi sarana penularan di lingkungan fasilitas kesehatan. Selain itu, alat pribadi seperti alat cukur, sikat gigi, atau gunting kuku yang dipakai bersama dengan orang yang terinfeksi hepatitis juga berpotensi menularkan virus jika ada luka atau kontak dengan darah. -
Transfusi Darah
Meskipun saat ini skrining darah untuk transfusi sudah sangat ketat, secara historis transfusi darah pernah menjadi jalur penularan. Penting untuk memastikan darah yang diterima sudah melalui proses skrining yang aman. -
Hubungan Seksual Tanpa Pengaman
Kontak seksual tanpa pengaman dengan orang yang terinfeksi hepatitis B atau C juga dapat menjadi jalur penularan karena adanya pertukaran cairan tubuh.
Siapa Saja yang Berisiko Tinggi Terinfeksi Hepatitis?
Beberapa kelompok orang memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi hepatitis, antara lain:
- Bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B.
- Pengguna narkotika suntik.
- Tenaga kesehatan yang sering terpapar darah dan cairan tubuh pasien.
- Orang yang memiliki pasangan pengidap hepatitis B atau C.
- Orang yang hidup serumah dengan pengidap hepatitis (terutama jika ada luka terbuka atau berbagi alat pribadi).
- Orang yang berkunjung atau tinggal di daerah di mana hepatitis merupakan penyakit endemis.
Gejala Hepatitis: Seringkali Tak Terlihat, Tapi Waspada Tanda Ini!
Seperti yang sudah disebutkan, salah satu tantangan terbesar dari hepatitis B dan C kronis adalah seringnya tidak menimbulkan gejala di tahap awal. Ini yang membuat banyak orang tidak sadar bahwa mereka sudah terinfeksi hepatitis hingga penyakitnya sudah parah.
Namun, jika muncul gejala, terutama pada fase akut, beberapa tanda yang mungkin terlihat antara lain:
- Mual dan muntah
- Nyeri perut, terutama di bagian kanan atas (area hati)
- Sakit kuning (kulit dan mata menguning)
- Demam
- Urine berwarna keruh atau gelap seperti teh
- Feses berwarna pucat
- Kelelahan ekstrem
- Gatal-gatal (meskipun gejala ini juga bisa menjadi tanda penyakit lain dan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut)
Penting untuk diingat, gejala-gejala ini bisa mirip dengan penyakit lain. Jadi, jika Anda mengalami beberapa gejala di atas atau merasa memiliki risiko, segera lakukan pemeriksaan ke dokter untuk mendapatkan diagnosis yang akurat.
Pencegahan dan Deteksi Dini: Kunci Melindungi Diri dan Keluarga
Mengingat bahaya dan luasnya penyebaran hepatitis, pencegahan dan deteksi dini menjadi sangat krusial. Pemerintah Indonesia melalui Kemenkes pun terus memperkuat strategi nasional eliminasi hepatitis B dan C dengan target hingga tahun 2030.
Berikut adalah langkah-langkah penting yang bisa kita lakukan:
- Vaksinasi Hepatitis B: Ini adalah cara paling efektif untuk mencegah hepatitis B. Vaksin hepatitis B sangat direkomendasikan untuk bayi baru lahir (dalam 24 jam pertama) dan kelompok berisiko tinggi. Pastikan Anda dan keluarga mendapatkan vaksinasi sesuai jadwal.
- Pemeriksaan Kesehatan Rutin dan Deteksi Dini: Terutama bagi kelompok berisiko, skrining dini sangat penting. Kemenkes telah mengintegrasikan layanan deteksi hepatitis ke dalam program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya. Program ini memungkinkan masyarakat, termasuk ibu hamil, tenaga kesehatan, dan kelompok risiko lainnya, untuk memeriksa status hepatitis mereka tanpa biaya.
- Sebagai contoh, data tahun 2024 menunjukkan ada 49.142 ibu hamil yang reaktif HBsAg (tanda terinfeksi hepatitis B), dan berkat deteksi dini ini, 93% bayi mereka telah menerima vaksin hepatitis B dan imunoglobulin (HBIG) dalam 24 jam pertama setelah lahir untuk mencegah penularan.
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS): Hindari berbagi barang pribadi yang bisa terkontaminasi darah, seperti sikat gigi, alat cukur, atau gunting kuku. Pastikan peralatan medis, tato, atau tindik yang Anda gunakan steril.
- Hubungan Seksual Aman: Gunakan pengaman saat berhubungan seksual, terutama jika Anda atau pasangan berisiko terinfeksi hepatitis.
- Edukasi dan Kesadaran Masyarakat: Meningkatkan pemahaman tentang hepatitis di masyarakat adalah kunci. Dengan lebih banyak orang yang sadar, diharapkan mereka akan lebih proaktif dalam melakukan pencegahan dan deteksi dini.
Kesimpulan
Hepatitis B dan C adalah ancaman serius yang mengintai jutaan warga Indonesia, seringkali tanpa disadari. Sifatnya yang “senyap” membuat penyakit ini menjadi berbahaya karena bisa menyebabkan kerusakan hati yang parah hingga kanker hati jika tidak ditangani sejak awal.
Namun, dengan pemahaman yang benar tentang cara penularannya dan langkah pencegahan yang tepat, kita bisa melindungi diri dan orang-orang terkasih. Jangan tunda untuk melakukan vaksinasi hepatitis, manfaatkan program Cek Kesehatan Gratis untuk deteksi dini, dan selalu terapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Ingat, kesehatan hati adalah investasi berharga untuk masa depan yang lebih sehat dan produktif. Mari bergerak bersama putuskan rantai penularan hepatitis!
FAQ
Tanya: Berapa banyak warga Indonesia yang terinfeksi Hepatitis B dan Hepatitis C berdasarkan data terbaru?
Jawab: Hingga Juli 2025, sekitar 6,7 juta warga Indonesia terinfeksi Hepatitis B dan 2,5 juta lainnya terinfeksi Hepatitis C.
Tanya: Mengapa Hepatitis disebut sebagai “silent pandemic” atau pandemi senyap?
Jawab: Hepatitis disebut pandemi senyap karena seringkali gejala awalnya tidak terlihat atau tanpa tanda-tanda khusus, sehingga banyak yang tidak terdiagnosis.
Tanya: Apa saja komplikasi serius yang bisa timbul jika Hepatitis tidak ditangani?
Jawab: Jika dibiarkan tanpa penanganan, Hepatitis bisa memicu komplikasi serius seperti sirosis (pengerasan hati) dan kanker hati.