Yogyakarta, zekriansyah.com – Di tengah dinamika global dan nasional yang tak pernah sepi, nama Erick Thohir kerap muncul sebagai tokoh sentral yang berhadapan dengan berbagai “buntut” dari beragam “perang” atau konflik. Bukan hanya perang dalam arti militer, tapi juga “perang” ekonomi, persaingan sengit di lapangan hijau, hingga gejolak internal di berbagai sektor. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana buntut perang antar negara Erick Thohir mulai menjadi sorotan, dan isu-isu lain yang mengiringinya.
Erick Thohir dikabarkan terseret dalam berbagai isu buntut perang antar negara, menunjukkan kompleksitas peranannya di tengah dinamika global.
Di Balik Lapangan Hijau: Konflik Thailand-Kamboja dan Sorotan ke Erick Thohir
Salah satu “buntut perang antar negara” yang sempat menarik perhatian publik adalah kaitannya dengan konflik di perbatasan Thailand-Kamboja. Perang ini, yang pecah sejak 24 Juli 2025, menyebabkan warga di perbatasan harus mengungsi dan mencari perlindungan. Menariknya, di tengah ketegangan ini, dunia sepak bola justru ikut merasakan imbasnya secara tidak langsung.
Ketika Timnas Indonesia berhasil menyingkirkan Thailand di semifinal Piala AFF U-23 2025, warga Kamboja justru bersorak gembira. Kemenangan dramatis Timnas Indonesia melalui adu penalti ini seolah menjadi simbol kecil di tengah ketegangan regional. Hal ini bahkan membuat media Vietnam terheran-heran Timnas Indonesia bisa menang, dan mulai mencurigai peran Erick Thohir di balik performa impresif ini. Ini bukan berarti Erick Thohir memulai perang, melainkan bagaimana dampak dari konflik geopolitik di kawasan itu turut memengaruhi persepsi dan sorotan terhadapnya, khususnya dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PSSI.
Perang Ekonomi dan Isu BUMN: Tantangan Berat Erick Thohir
Tak hanya urusan sepak bola, “perang” dalam bentuk lain juga menjadi fokus perhatian Erick Thohir, terutama dalam perannya sebagai Menteri BUMN. Salah satunya adalah “perang dagang” global yang kini kembali berkobar, seperti antara AS dan China. Dampak dari perang ini membuat Erick Thohir mulai gamang soal target dividen BUMN.
“Efisiensi (anggaran) untuk dividen yang tahun 2026 seperti apa? Tentu saya mohon maaf belum bisa menjawab. Kita lihat kondisi makronya juga,” ujar Erick Thohir, menunjukkan kehati-hatiannya di tengah ketidakpastian ekonomi global. Meskipun setoran dividen BUMN ke negara pada tahun 2024 (atas kinerja 2023) mencapai Rp85 triliun dan target Rp90 triliun untuk 2025 (atas kinerja 2024) terindikasi tercapai, dinamika global tetap menjadi tantangan.
Selain itu, konflik Iran-Israel juga menjadi perhatian. Erick Thohir bahkan sempat menyebarkan pesan khusus kepada para bos BUMN, mengindikasikan bahwa gejolak geopolitik ini bisa berdampak pada operasional dan strategi perusahaan-perusahaan pelat merah.
Di sisi lain, Erick Thohir juga menghadapi “perang” internal dalam menyehatkan BUMN. Ia mengakui ada tujuh BUMN yang kondisinya belum sehat, termasuk PT Krakatau Steel, PT Bio Farma, PT Wijaya Karya, PT Waskita Karya, PT Asuransi Jiwasraya, Perum Perumnas, dan Percetakan Negara. Upaya restrukturisasi dan penyehatan terus digalakkan.
Mengurai Isu Korupsi dan Harapan di Sepak Bola Nasional
Nama Erick Thohir juga tak luput dari sorotan terkait “buntut” isu-isu sensitif lainnya. Belakangan, muncul desakan dari pengamat migas agar Prabowo menonaktifkan Erick Thohir buntut kasus dugaan korupsi oplos BBM Pertalite menjadi Pertamax di Pertamina. Isu ini merugikan negara hingga triliunan rupiah. Namun, penting untuk dicatat bahwa klaim mengenai Prabowo memecat Erick Thohir atau Kejagung menetapkan Erick Thohir sebagai tersangka korupsi Pertamina adalah hoaks dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, seperti yang telah diklarifikasi oleh pihak berwenang. Proses hukum masih berjalan dan belum ada keterangan resmi yang mengaitkan Erick Thohir secara langsung sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Di masa lalu, Erick Thohir juga menghadapi berbagai “kegaduhan” dan kritik atas kepemimpinannya di BUMN, mulai dari PHK massal hingga rangkap jabatan yang dinilai tidak efisien. Namun, ia juga dikenal tegas dalam mengambil tindakan, seperti saat Erick Thohir memecat seluruh direksi Kimia Farma Diagnostika buntut kasus penggunaan alat rapid test antigen bekas.
Sebagai Ketua Umum PSSI, Erick Thohir juga diharapkan mampu menyelesaikan “buntut konflik Kanjuruhan” yang membuat Liga 2 dan Liga 3 sempat terhenti. Klub-klub seperti Maluku FC berharap terpilihnya Erick Thohir bisa menjadi titik terang bagi keberlanjutan liga-liga tersebut, membawa era baru bagi sepak bola Indonesia.
Kesimpulan
Tak bisa dimungkiri, buntut perang antar negara Erick Thohir mulai menjadi pusat perhatian, baik itu dari konflik geopolitik yang memengaruhi sepak bola, “perang” dagang yang menantang target dividen BUMN, hingga “perang” melawan korupsi dan penyehatan internal perusahaan negara. Peran multifaset Erick Thohir, baik sebagai Menteri BUMN maupun Ketua Umum PSSI, menempatkannya di garis depan berbagai tantangan, baik yang bersifat global maupun domestik. Setiap “buntut” dari isu-isu ini menjadi ujian sekaligus harapan bagi kepemimpinannya di berbagai sektor penting negeri ini.