Mengungkap Fakta: Naik Taksi Terbang di Indonesia, Benarkah Harganya ‘Murah Meriah’?

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Teknologi Dan Gadget

Bayangkan sejenak: di tengah hiruk pikuk kota yang padat, Anda tak lagi terjebak dalam kemacetan. Sebaliknya, Anda meluncur di atas gedung-gedung tinggi, menikmati pemandangan kota dari ketinggian, dan tiba di tujuan hanya dalam hitungan menit. Ini bukan lagi sekadar impian dari film fiksi ilmiah, melainkan sebuah realitas yang semakin mendekat di Indonesia. Dengan munculnya wacana naik taksi terbang di Indonesia, harganya murah meriah, topik ini sontak menjadi perbincangan hangat. Namun, sejauh mana klaim “murah meriah” ini benar adanya? Artikel ini akan mengupas tuntas potensi dan tantangan taksi terbang di Tanah Air, menganalisis klaim biayanya, hingga melihat prospeknya sebagai solusi mobilitas urban masa depan. Mari kita selami lebih dalam fakta dan harapan di balik inovasi transportasi udara yang revolusioner ini.

Mengungkap Fakta: Naik Taksi Terbang di Indonesia, Benarkah Harganya 'Murah Meriah'?

Era Baru Mobilitas Udara: Mengenal EHang 216-S

Taksi terbang yang paling sering disebut-sebut dalam konteks Indonesia adalah EHang 216-S. Kendaraan ini merupakan sebuah Autonomous Aerial Vehicle (AAV) atau kendaraan udara otonom yang digerakkan sepenuhnya oleh tenaga listrik. Berbeda dengan helikopter konvensional, EHang 216-S tidak membutuhkan pilot manusia untuk mengoperasikannya. Kontrolnya dilakukan melalui pusat komando cerdas di darat, memanfaatkan jaringan 4G/5G untuk transmisi data.

Diproduksi oleh Guangzhou EHang Intelligent Technology Co. Ltd dari Tiongkok, EHang 216-S dirancang sebagai solusi mobilitas perkotaan jarak pendek. Kendaraan ini memiliki dimensi yang cukup ringkas, dengan tinggi sekitar 1,77 meter dan lebar 5,61 meter. Kapasitas kabinnya mampu menampung dua orang penumpang dengan muatan maksimal hingga 220 kg. Untuk mengudara, EHang 216-S dilengkapi dengan 16 baling-baling dan motor yang bekerja secara simultan, memungkinkan lepas landas dan mendarat secara vertikal (electric vertical take-off and landing atau eVTOL) tanpa memerlukan landasan pacu panjang.

Performa EHang 216-S cukup menjanjikan untuk rute-rute pendek. Ia mampu menempuh jarak terbang hingga 30-35 km dengan durasi penerbangan antara 18 hingga 30 menit, serta kecepatan maksimal mencapai 130 km/jam. Pengisian dayanya pun relatif cepat, hanya membutuhkan sekitar 1 jam menggunakan listrik 220V atau 380V. EHang 216-S juga menjadi pelopor global setelah mendapatkan Sertifikasi Tipe untuk mengangkut penumpang dari Administrasi Penerbangan Sipil Tiongkok (CAAC), menjadikannya taksi udara berpenumpang pertama di dunia yang tersertifikasi. Di Indonesia, Prestige Aviation, yang dipimpin oleh Rudy Salim, menjadi perusahaan yang gencar membawa dan melakukan uji coba taksi terbang ini, bahkan sempat membawa selebriti Raffi Ahmad sebagai penumpang dalam demo flight di PIK 2, Tangerang.

Membongkar Klaim “Murah Meriah”: Analisis Biaya Taksi Terbang

Salah satu daya tarik utama wacana naik taksi terbang di Indonesia, harganya murah meriah adalah klaim biaya operasional yang jauh lebih terjangkau dibandingkan moda transportasi udara lainnya, khususnya helikopter. Rudy Salim dari Prestige Aviation beberapa kali menyebutkan estimasi biaya yang bervariasi, menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat.

Pada awalnya, sempat beredar kabar bahwa biaya naik taksi terbang EHang 216 hanya “puluhan ribu atau ratusan ribu rupiah” per penerbangan. Angka ini mungkin mengacu pada biaya pengisian daya listriknya saja, yang diperkirakan sekitar Rp 200 ribu untuk sekali pengisian penuh. Namun, untuk biaya sekali penerbangan lengkap, Rudy Salim kemudian memberikan angka yang lebih realistis dan terperinci.

Menurut Rudy, biaya satu kali penerbangan EHang 216-S diperkirakan hanya sekitar Rp 500 ribu untuk durasi 25-30 menit. Angka ini adalah perbandingan yang mencolok jika disandingkan dengan biaya penyewaan helikopter untuk durasi terbang yang sama, yang bisa mencapai puluhan juta rupiah, misalnya Rp 40 juta hingga Rp 50 juta untuk 30 menit. Ini berarti, taksi terbang EHang menawarkan biaya yang hanya sekitar 3-4 persen dari biaya sewa helikopter.

Meskipun Rp 500 ribu per penerbangan mungkin tidak tergolong “puluhan ribu”, angka ini tetap sangat kompetitif dan jauh lebih murah dibandingkan helikopter. Konsep “murah meriah” ini tampaknya lebih tepat jika dilihat dari perspektif perbandingan dengan transportasi udara eksklusif yang ada saat ini. Rudy Salim juga pernah menyebutkan bahwa biaya operasional taksi terbang ini akan sekitar “2-3 kali taksi darat konvensional” untuk rute yang sama, yang secara relatif masih terjangkau mengingat efisiensi waktu yang ditawarkan.

Penting untuk diingat bahwa estimasi biaya ini mencakup tidak hanya pengisian daya, tetapi juga memperhitungkan konsep “power by the hour” dalam dunia aviasi. Ini berarti biaya operasional juga mencakup depresiasi suku cadang, perawatan, dan sumber daya manusia yang terlibat dalam operasional dan pemantauan. Meski demikian, berkat teknologi listrik dan otonomnya, taksi terbang ini mampu menekan biaya secara signifikan karena tidak ada biaya bahan bakar avtur dan gaji pilot.

Adapun harga unit EHang 216-S di pasar Indonesia, Rudy Salim menyebutkan sekitar US$535 ribu atau setara Rp 8,7 miliar, termasuk pajak. Harga ini memang fantastis untuk pembelian pribadi, namun Prestige Aviation berencana untuk menjadikan taksi terbang ini sebagai transportasi massal yang dapat dipesan melalui aplikasi, sehingga masyarakat tidak perlu membeli unitnya.

Taksi Terbang untuk Mobilitas Urban: Rute dan Jangkauan

Konsep taksi terbang EHang 216-S memang dirancang khusus untuk mengatasi masalah kemacetan di dalam kota, bukan sebagai pengganti transportasi antarkota. Dengan jangkauan maksimal 30-35 km per sekali pengisian daya, taksi terbang ini ideal untuk rute-rute pendek yang padat.

Rudy Salim menjelaskan bahwa taksi terbang ini akan sangat efektif untuk menghubungkan titik-titik vital di dalam kota. Contohnya, dari Pantai Indah Kapuk (PIK) ke Plaza Senayan, atau dari Senayan ke Pondok Indah, bahkan lintas wilayah seperti Jakarta Barat ke Jakarta Timur. Tujuannya adalah menyediakan solusi mobilitas yang cepat, efisien, dan bebas macet untuk perjalanan sehari-hari di perkotaan metropolitan.

Kecepatan maksimal 130 km/jam yang dimiliki EHang 216-S memungkinkan waktu tempuh yang sangat singkat untuk jarak-jarak tersebut, menghemat waktu berjam-jam yang biasanya dihabiskan di jalan raya. Ini menjadikannya pilihan menarik bagi individu atau pelaku bisnis yang membutuhkan mobilitas tinggi dan efisiensi waktu. Sistem pemesanan yang direncanakan melalui aplikasi digital juga akan memudahkan aksesibilitas bagi calon pengguna, mirip dengan layanan ride-hailing yang sudah ada saat ini.

Ekosistem dan Infrastruktur Pendukung: Tantangan dan Solusi

Implementasi taksi terbang secara massal tidak hanya bergantung pada ketersediaan unitnya, tetapi juga pada ekosistem dan infrastruktur pendukung yang memadai. Prestige Aviation menyadari hal ini dan sedang merancang berbagai fasilitas penting.

Beberapa komponen infrastruktur krusial yang sedang dalam tahap perencanaan meliputi:

  • Landing Pad (Area Pendaratan): Titik-titik pendaratan yang tersebar di berbagai lokasi strategis di dalam kota akan sangat vital. Ini akan berfungsi seperti “halte” atau “stasiun” bagi taksi terbang.
  • Charging Station (Stasiun Pengisian Daya): Karena EHang 216-S adalah kendaraan listrik, ketersediaan stasiun pengisian daya yang cepat dan efisien di setiap landing pad atau di area khusus akan sangat menentukan operasional.
  • Battery Swapping Area (Area Penukaran Baterai): Untuk memaksimalkan efisiensi dan mengurangi waktu tunggu, konsep penukaran baterai (jika memungkinkan pada model ini) bisa menjadi solusi inovatif yang memungkinkan taksi terbang kembali beroperasi dengan cepat tanpa menunggu pengisian daya penuh.

Pengembangan ekosistem ini merupakan investasi besar dan memerlukan kolaborasi antara pihak swasta, pemerintah daerah, dan regulator. Penempatan yang strategis akan memastikan taksi terbang dapat berfungsi sebagai moda transportasi yang terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat.

Menuju Langit Indonesia: Regulasi dan Prospek di Ibu Kota Nusantara (IKN)

Meskipun demo flight telah dilakukan dan klaim biaya operasional yang menarik telah disampaikan, taksi terbang EHang 216-S belum mengantongi izin terbang komersial di Indonesia. Proses regulasi menjadi salah satu tantangan terbesar sebelum taksi terbang dapat beroperasi secara legal dan luas.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) sedang dalam proses penerbitan regulasi pengoperasian taksi udara ini. Sebagai kendaraan udara tanpa awak (PUTA) komersial, EHang 216-S harus melalui proses sertifikasi dan validasi yang sangat ketat. Prosedur ini mencakup penerbitan Type Certificate dari pabrikan, validasi oleh pemerintah Indonesia, serta kepatuhan operator terhadap standar Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan peraturan nasional terkait organisasi, personel, serta lisensi remote pilot dan engineer.

Prospek taksi terbang di Indonesia tidak hanya terbatas pada kota-kota besar seperti Jakarta. Ibu Kota Nusantara (IKN) direncanakan menjadi salah satu lokasi implementasi awal dan menjadi kota percontohan penggunaan transportasi canggih ini. Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, telah melakukan proses proof-of-concept dengan Hyundai terkait mobil terbang di IKN.

Ada dua target waktu yang muncul terkait operasional taksi terbang di IKN:

  • Target 2028: Anggota DPR RI Bambang Soesatyo menyebut bahwa pemerintah menargetkan EHang sudah dapat beroperasi di IKN sebagai moda transportasi modern pada tahun 2028. Ini sejalan dengan visi IKN sebagai kota masa depan bertaraf internasional, pintar, dan berkelanjutan, di mana taksi terbang berbasis listrik akan mendukung mobilitas dari titik ke titik di kawasan tersebut.
  • Target 2045: Bambang Susantono juga menyebutkan bahwa taksi terbang, bersama kendaraan tanpa awak (driverless car), kemungkinan baru akan bisa digunakan secara luas oleh masyarakat pada tahun 2045. Angka 2045 ini mungkin mengacu pada skala penuh sebagai transportasi umum publik yang terintegrasi, menunjukkan tahapan pengembangan yang bertahap.

Terlepas dari perbedaan target waktu tersebut, jelas bahwa pemerintah dan pihak swasta melihat taksi terbang sebagai bagian integral dari solusi kemacetan lalu lintas dan penunjang pariwisata nasional di masa depan.

Taksi Terbang dalam Konteks Global: Tren dan Kompetisi

Visi naik taksi terbang di Indonesia, harganya murah meriah merupakan bagian dari tren global yang lebih besar dalam industri mobilitas udara. Pasar kendaraan eVTOL diproyeksikan akan tumbuh sangat pesat. JP Morgan memperkirakan pasar ini bisa mencapai US$1 triliun atau lebih dari Rp 15 ribu triliun pada tahun 2040.

Lusinan perusahaan di berbagai negara, mulai dari Tiongkok (EHang), Amerika Serikat, hingga Eropa (Lilium dari Jerman, Volocopter), berlomba-lomba mengembangkan taksi terbang. Lilium, misalnya, berambisi meluncurkan taksi listrik terbang lima kursi pada 2025 dan menjanjikan biaya yang sebanding dengan layanan ride-hailing konvensional untuk perjalanan jarak pendek. Mereka mencontohkan perjalanan Manhattan ke Bandara John F. Kennedy di New York yang hanya 6 menit dengan biaya sekitar US$70 (sekitar Rp1 juta), jauh lebih murah dari helikopter sewaan Uber untuk rute yang sama.

Perusahaan raksasa penerbangan seperti Boeing dan Airbus, serta perusahaan teknologi seperti Uber dan Hyundai, juga aktif berinvestasi dalam pengembangan taksi terbang. Ini menunjukkan keyakinan industri akan potensi besar kendaraan udara otonom sebagai bagian tak terpisahkan dari transportasi masa depan. Indonesia, dengan langkah-langkah uji coba dan perencanaan di IKN, jelas tidak ingin tertinggal dalam revolusi mobilitas ini.

Kesimpulan: Antara Harapan dan Realita “Murah Meriah”

Wacana naik taksi terbang di Indonesia, harganya murah meriah memang memicu antusiasme besar. Dari hasil sintesis informasi, klaim “murah meriah” ini tampaknya lebih tepat jika dibandingkan dengan biaya fantastis penyewaan helikopter, di mana taksi terbang EHang 216-S menawarkan efisiensi biaya yang signifikan. Biaya sekitar Rp 500 ribu per penerbangan memang jauh dari “puluhan ribu”, namun tetap menjadikannya pilihan transportasi udara yang lebih terjangkau bagi publik dibandingkan sebelumnya.

Kehadiran taksi terbang menjanjikan solusi inovatif untuk mengatasi kemacetan parah di perkotaan, menghemat waktu tempuh, dan menghadirkan pengalaman mobilitas yang futuristik. Namun, jalan menuju operasional komersial yang luas masih panjang. Diperlukan penyelesaian regulasi yang ketat, pembangunan infrastruktur pendukung yang masif seperti landing pad dan charging station, serta edukasi dan adaptasi masyarakat terhadap teknologi baru ini.

Prospek implementasi di Ibu Kota Nusantara menunjukkan komitmen Indonesia untuk mengadopsi teknologi transportasi masa depan. Meskipun target waktu operasional masih bervariasi, momentum uji coba dan perencanaan yang terus berjalan menjadi indikator kuat bahwa taksi terbang akan segera menjadi bagian dari lanskap mobilitas Indonesia.

Pada akhirnya, taksi terbang EHang 216-S bukan hanya tentang “murah meriah” dalam arti harfiah, tetapi lebih pada efisiensi waktu, pengurangan emisi, dan transformasi cara kita bergerak di perkotaan. Ini adalah investasi pada masa depan mobilitas yang lebih cerdas dan berkelanjutan bagi Indonesia. Mari kita nantikan bersama bagaimana langit Indonesia akan dihiasi oleh taksi-taksi terbang ini, membuka lembaran baru dalam sejarah transportasi kita.

Mengungkap Fakta: Naik Taksi Terbang di Indonesia, Benarkah Harganya ‘Murah Meriah’? - zekriansyah.com