Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa sangka, ada perubahan besar dalam persiapan Timnas Indonesia yang mungkin luput dari perhatian banyak orang? Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Arya Sinulingga, baru-baru ini membuat pernyataan yang cukup mengejutkan. Ia menegaskan bahwa level Timnas Indonesia saat ini sudah tidak lagi memerlukan pemusatan latihan atau yang biasa kita kenal dengan sebutan TC (Training Camp). Penasaran mengapa strategi ini diterapkan dan apa dampaknya bagi Skuad Garuda? Mari kita bedah tuntas!
Exco PSSI Ungkap Strategi Baru Timnas Indonesia: Tak Lagi Bergantung pada TC Panjang, Fokus pada Pemanfaatan FIFA Matchday.
Mengapa TC Ditinggalkan? Level Pemain Timnas Indonesia Berubah
Pernyataan Arya Sinulingga ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, kualitas dan level pemain Timnas Indonesia sekarang sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Banyak pemain yang berkarier di luar negeri atau bermain di liga domestik yang semakin kompetitif.
“Sekarang kita tahu level pemain kita sudah berbeda. TC tidak ada lagi, karena pertandingan di klub itu sudah jadi latihan mereka. Jadi, kapan ada pertandingan Timnas, di situlah mereka berkumpul,” ujar Arya Sinulingga, menjelaskan filosofi di balik keputusan PSSI ini.
Ini berarti, PSSI melihat bahwa intensitas dan kualitas pertandingan di klub masing-masing sudah cukup untuk menjaga kebugaran dan ketajaman para pemain. Daripada menghabiskan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu di TC yang memisahkan pemain dari klubnya, fokus kini beralih pada memaksimalkan waktu singkat saat mereka berkumpul jelang laga internasional.
Dampak Perubahan Strategi: Fokus ke FIFA Matchday dan Pemain Naturalisasi
Pola baru ini tentu membawa konsekuensi pada agenda pemanggilan pemain. Para pemain Timnas Indonesia kini biasanya baru bergabung hanya beberapa hari, bahkan sehari sebelum FIFA Matchday atau pertandingan penting lainnya. Ini memungkinkan mereka tetap fokus pada jadwal klub tanpa terganggu oleh TC yang panjang.
Perubahan ini juga sangat relevan dengan kehadiran Patrick Kluivert sebagai pelatih kepala Timnas Indonesia. Dengan banyak pemain yang bermain di Eropa, dan PSSI yang kini mengusung “cita rasa Oranje” dengan menunjuk pelatih asal Belanda, persiapan di luar negeri menjadi pilihan logis. Coach Kluivert sendiri bahkan memilih melakukan persiapan di luar Indonesia, mengingat sebagian besar pemain masih sibuk dengan klub mereka.
Program naturalisasi pemain yang gencar dilakukan PSSI juga mendukung strategi ini. Pemain-pemain seperti Thom Haye, Jay Idzes, hingga calon seperti Mauro Zijlstra, yang bermain di liga-liga Eropa, sudah terbiasa dengan jadwal padat klub dan memiliki standar latihan yang tinggi. Mereka tidak memerlukan TC intensif tambahan di luar jadwal klub.
Regenerasi dan Prioritas Timnas Senior: Kasus Marselino & Struick
Kebijakan ini juga berdampak pada timnas usia muda. Contoh paling nyata adalah absennya Marselino Ferdinan dan Rafael Struick dari skuad Timnas Indonesia U-23 di Piala AFF U-23 2025. Padahal, secara usia, keduanya masih bisa bermain. Pelatih Timnas U-23, Gerald Vanenburg, menjelaskan bahwa keputusan ini bukan soal kualitas, melainkan prioritas.
“Tidak, mereka tidak ada di sini. Mereka di timnas senior. Kami sudah mempunyai nama-nama di Timnas Indonesia U-23,” ungkap Vanenburg. Ia menegaskan bahwa Marselino dan Struick lebih dibutuhkan untuk agenda Timnas Senior, terutama karena jadwal yang berdekatan dan tidak masuk kalender FIFA, membuat klub sulit melepas mereka untuk tim U-23.
Ini menunjukkan bahwa PSSI memiliki visi jangka panjang untuk regenerasi, namun dengan prioritas utama pada Timnas Senior yang sedang berjuang di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Pemain muda lain seperti Mauro Zijlstra, yang baru saja dinaturalisasi dan diproyeksikan untuk Timnas U-23, akan menjadi amunisi penting di turnamen seperti Kualifikasi Piala Asia U-23.
Apa Untungnya bagi Sepak Bola Indonesia?
Keputusan Exco PSSI untuk tidak lagi menggunakan TC rutin bagi Timnas Indonesia membawa beberapa potensi keuntungan:
- Efisiensi Waktu dan Biaya: Mengurangi durasi TC berarti menghemat anggaran federasi dan waktu berharga para pemain yang bisa dimanfaatkan di klub.
- Menjaga Performa Pemain: Pemain tetap berada dalam ritme kompetitif klub, yang diyakini lebih efektif dalam menjaga performa fisik dan taktik.
- Adaptasi Cepat: Pemain belajar untuk beradaptasi dengan cepat saat berkumpul, sebuah kemampuan penting di sepak bola modern.
- Hubungan Baik dengan Klub: Meminimalkan konflik jadwal antara timnas dan klub, terutama untuk pemain yang berkarier di luar negeri.
Tentu, strategi ini juga menuntut koordinasi yang sangat ketat antara PSSI, tim pelatih, dan klub-klub. Namun, ini adalah langkah maju yang menunjukkan kepercayaan terhadap kualitas individu pemain dan profesionalisme liga.
Kesimpulan
Perubahan strategi PSSI yang membuat level Timnas Indonesia kini tak pakai TC rutin adalah cerminan dari peningkatan kualitas pemain dan visi baru federasi di bawah kepemimpinan Erick Thohir. Dengan fokus pada pertandingan klub sebagai “latihan utama” dan pengumpulan pemain hanya jelang laga penting seperti FIFA Matchday, diharapkan Timnas Indonesia bisa tampil lebih optimal.
Ini adalah era baru bagi Skuad Garuda, di mana efisiensi, profesionalisme, dan adaptasi cepat menjadi kunci. Mari kita nantikan bersama bagaimana strategi ini akan membawa Timnas Indonesia meraih prestasi yang lebih tinggi di kancah internasional, terutama dalam perjuangan menuju Piala Dunia 2026!