Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar duka kembali menyelimuti Indonesia. Sepanjang tahun 2025, khususnya hingga minggu ke-25, Demam Berdarah Dengue (DBD) telah merenggut 359 nyawa. Angka ini menjadi pengingat serius bahwa DBD bukan lagi sekadar penyakit musiman, melainkan ancaman nyata yang hadir sepanjang tahun. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai situasi kasus DBD di Indonesia, kelompok yang paling rentan, serta langkah-langkah pencegahan yang bisa kita lakukan bersama untuk melindungi diri dan keluarga. Mari kita pahami lebih jauh agar bisa lebih waspada dan bertindak.
Ilustrasi: Grafik menunjukkan peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia, yang hingga minggu ke-25 tahun 2025 telah merenggut 359 nyawa.
Angka Kematian DBD yang Mengkhawatirkan di Indonesia
Data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan lonjakan yang signifikan pada kasus DBD di Indonesia. Tercatat, sebanyak 79.843 kasus DBD dengan 359 kematian terjadi sepanjang tahun 2025. Ini menghasilkan Angka Kematian Kasus (CFR) sebesar 0,45 persen, sebuah sinyal peringatan keras bagi kita semua.
Situasi ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Secara global, tahun 2024 mencatat rekor tertinggi dengan lebih dari 14 juta kasus demam berdarah. Asia sendiri menjadi episentrum baru penyebaran virus dengue, menyumbang 884.402 kasus dan 1.008 kematian. Indonesia bahkan menempati posisi yang mengkhawatirkan sebagai negara dengan beban Disability-Adjusted Life Years (DALYs) tertinggi akibat dengue pada tahun 2021. Ini artinya, banyak tahun kehidupan sehat yang hilang karena penyakit ini.
Siapa yang Paling Rentan? Anak-anak dan Remaja dalam Bahaya
Mungkin kita sering berpikir DBD bisa menyerang siapa saja, dan itu benar. Namun, ada kelompok yang lebih rentan terhadap dampak seriusnya. Data Kemenkes selama tiga tahun terakhir (2021-2024) menunjukkan kelompok usia 15-44 tahun paling sering terinfeksi.
Yang lebih memprihatinkan, angka kematian tertinggi akibat DBD terjadi pada anak-anak dan remaja usia 5-14 tahun. Ini mengonfirmasi bahwa anak-anak adalah kelompok yang paling berisiko terhadap dampak terparah dari virus dengue. Sistem kekebalan tubuh mereka yang belum optimal dan kebiasaan bermain di luar rumah membuat mereka lebih mudah terpapar gigitan nyamuk Aedes aegypti.
DBD Bukan Lagi Penyakit Musiman: Ancaman Sepanjang Tahun
Persepsi bahwa DBD adalah penyakit musiman yang hanya muncul saat musim hujan harus diubah. “Dengue itu bukan penyakit musiman. Virusnya ada sepanjang tahun dan bisa menyerang siapa saja, di mana saja, tanpa memandang usia atau gaya hidupnya,” tegas dr. Atilla Dewanti, SpA(K), Dokter Spesialis Anak Konsultan Neurologi.
Nyamuk pembawa virus dengue bisa berkembang biak kapan saja jika ada genangan air. Selain itu, virus dengue memiliki empat serotipe berbeda (DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4). Ini berarti seseorang bisa terinfeksi lebih dari satu kali, dan infeksi kedua justru berpotensi lebih parah dari yang pertama. Kewaspadaan harus terus ditingkatkan setiap saat.
Kenali Gejala DBD dan Bahaya Dengue Shock Syndrome (DSS)
Salah satu tantangan dalam penanganan DBD adalah gejalanya yang seringkali mirip dengan flu biasa. Awalnya, penderita mungkin hanya mengalami demam tinggi mendadak, nyeri kepala, mual, nyeri otot, dan ruam. Ini membuat banyak kasus terlambat didiagnosis.
Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, infeksi bisa berkembang menjadi Dengue Shock Syndrome (DSS), kondisi serius yang ditandai dengan perdarahan hebat dan penurunan tekanan darah drastis. DSS ini sangat berbahaya dan bisa berujung fatal. Oleh karena itu, jika ada anggota keluarga yang menunjukkan gejala demam tinggi, segera periksakan ke fasilitas kesehatan. Deteksi dini adalah kunci!
Kunci Melawan DBD: Pencegahan Komprehensif dan Inovasi Terbaru
Mengingat belum ada obat khusus untuk mengatasi DBD, pencegahan DBD menjadi prioritas utama. Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan:
Menggerakkan 3M Plus dan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui kegiatan 3M Plus adalah fondasi pencegahan yang paling efektif:
- Menguras dan menyikat dinding tempat penampungan air seperti bak mandi dan drum.
- Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
- Mendaur ulang atau memanfaatkan kembali barang bekas yang berpotensi jadi sarang nyamuk.
- Plus cara lain seperti memantau wadah air, mengganti air vas bunga, mengeringkan alas pot bunga, dan memperbaiki saluran air.
Selain itu, Kemenkes juga menggalakkan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J). Setiap rumah diharapkan memiliki satu anggota keluarga yang berperan aktif memantau dan memastikan tidak ada jentik nyamuk di lingkungan mereka. Partisipasi aktif masyarakat adalah kunci utama keberhasilan upaya ini.
Peran Vaksinasi dan Teknologi Wolbachia
Kabar baiknya, kini telah tersedia vaksin DBD yang direkomendasikan untuk anak-anak dan dewasa sebagai perlindungan tambahan. Vaksin seperti DENGVAXIA dan QDENGA bisa memperkuat imunitas tubuh terhadap virus dengue. Penting untuk mengikuti dosis dan jadwal yang dianjurkan dokter untuk mendapatkan perlindungan optimal.
Selain vaksin, inovasi seperti teknologi nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia juga terbukti efektif. Teknologi ini mampu menurunkan insiden infeksi dengue hingga 77,1% dan angka rawat inap sebesar 82,6%. Kombinasi metode ini diharapkan bisa menekan angka kematian akibat DBD secara signifikan.
Seperti yang disampaikan oleh Tasya Kamila, seorang ibu dan public figure, “Dengue bukan cuma soal penyakit, ini soal keselamatan anak-anak kita. Pencegahan harus jadi prioritas utama keluarga.” Mari kita bersama-sama menjaga kebersihan lingkungan dan mencari informasi pencegahan yang komprehensif.
Jangan Lengah, Mari Bersama Tekan Angka Kematian DBD
Angka kematian akibat DBD capai 359 kasus sepanjang 2025 adalah pengingat bahwa kita tidak bisa berdiam diri. Demam berdarah adalah ancaman nyata yang membutuhkan kewaspadaan dan tindakan kolektif. Dari rumah kita sendiri, hingga lingkungan masyarakat, setiap langkah pencegahan DBD sangat berarti.
Dengan memahami gejala, rajin melakukan 3M Plus, mempertimbangkan vaksin DBD, serta mendukung inovasi kesehatan, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dari gigitan nyamuk Aedes aegypti. Mari bergerak bersama, demi Indonesia yang lebih sehat dan bebas dari DBD.