Yogyakarta, zekriansyah.com – Di era serba digital ini, rasanya hampir tak ada anak atau remaja yang bisa lepas dari media sosial. Platform seperti TikTok, Instagram, atau YouTube sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka. Namun, di balik kemudahan akses informasi dan hiburan, tersimpan ancaman tersembunyi yang perlu kita waspadai bersama: wabah algoritma radikal di media sosial.
Ilustrasi mengkhawatirkan ancaman algoritma radikal media sosial yang membahayakan generasi muda, sebuah peringatan penting bagi orang tua dan pendidik di era digital.
Fenomena ini bukan isapan jempol belaka. Konten-konten yang berisi ajakan, propaganda, atau pemikiran ekstrem kini semakin mudah menyusup ke feed pengguna, terutama anak-anak yang nalar kritisnya belum terasah sempurna. Dampaknya? Kekhawatiran akan munculnya radikalisme dan intoleransi sejak dini. Artikel ini akan membahas mengapa anak-anak rentan, serta bagaimana kita bisa bersama-sama membentengi anak dari pengaruh berbahaya ini.
Ancaman Tak Terlihat: Ketika Algoritma Medsos Menjadi Pintu Radikalisme
Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa anak Anda bisa terus-menerus terpaku pada layar gadgetnya? Jawabannya ada pada cara kerja algoritma media sosial. Menurut AKP Risyal Hardiansyah Nugroho S. Kom dari Densus 88 AT Polri, wabah algoritma radikal di media sosial adalah proses di mana konten ekstrem dan propaganda berbahaya semakin mudah tersebar dan menguasai linimasa pengguna. Ini terjadi karena algoritma dirancang untuk membuat pengguna betah berlama-lama, menyajikan konten yang relevan dengan minat mereka, bahkan jika minat tersebut mengarah pada hal-hal yang tidak sehat.
Lebih jauh, fenomena ini diperparah dengan kondisi yang disebut “brain rot” atau “pembusukan otak” digital. Konsep ini mengacu pada menurunnya rentang perhatian dan hilangnya kesabaran untuk menikmati proses berpikir yang kompleks, akibat paparan berlebihan terhadap konten singkat dan dangkal. Bayangkan, otak anak kita dilatih untuk menerima stimulus instan, bukan untuk mengolah informasi secara mendalam. Akibatnya, mereka menjadi mangsa sempurna bagi kelompok ekstremis. Pikiran yang lelah berpikir akan mendambakan jawaban yang mudah dan absolut, persis seperti yang ditawarkan oleh ideologi radikal.
Mengapa Anak-anak Rentan Terpapar?
Ada beberapa faktor kunci yang membuat anak-anak dan remaja menjadi sasaran empuk bagi paham radikal di dunia maya:
- Lemahnya Literasi Digital dan Pola Asuh: Banyak orang tua menjadikan gadget sebagai “digital babysitter” tanpa diimbangi pendampingan. Anak dibiarkan berenang sendirian di lautan informasi, tanpa bekal nalar kritis sebagai pelampung. Pengamat media sosial Enda Nasution juga menekankan bahwa anak muda rentan terpapar paham radikal lewat media sosial karena kurangnya literasi untuk menyaring informasi.
- Budaya Instan dan Konten Dangkal: Kita hidup di zaman yang memuja kecepatan. Keinginan untuk mendapatkan hiburan atau informasi secara instan menjadikan dunia digital sebagai pelarian. Konten-konten receh yang mudah dicerna memang meredakan stres sementara, namun tanpa disadari menciptakan siklus candu yang sulit dilepaskan, membuat mereka lebih mudah terpancing oleh propaganda audio-visual yang emosional.
- Kondisi Mental Remaja: Remaja memiliki semangat tinggi dan emosi yang belum stabil. Di sisi lain, mereka mungkin masih dalam tahap pencarian jati diri, belum memahami tujuan dan makna hidupnya. Dalam kondisi ini, mereka mudah terpengaruh oleh berbagai informasi, termasuk yang mengarah pada aksi terorisme.
- Arsitektur Algoritma Platform: Platform digital dirancang untuk menyita perhatian kita selama mungkin. Algoritma mereka bekerja 24 jam untuk menyajikan rentetan konten yang paling mungkin membuat kita terus menggulir. Meski beberapa mengklaim edukatif, faktanya mereka tidak dirancang untuk membuat kita lebih pintar, melainkan lebih lama terpaku.
Peran Vital Orang Tua: Komunikasi dan Literasi Digital
Melihat ancaman ini, peran orang tua menjadi sangat krusial. KPAI melalui Komisioner Erlinda, menekankan pentingnya membangun komunikasi hangat antara orang tua dan anak. Dengan komunikasi yang terbuka, anak akan merasa nyaman untuk berterus terang tentang apa yang mereka lihat dan rasakan di dunia maya.
Beberapa langkah konkret yang bisa orang tua lakukan untuk membentengi anak dari wabah algoritma radikal medsos adalah:
- Awasi Penggunaan Gadget: Pantau waktu dan jenis konten yang diakses anak. Ini bukan berarti membatasi secara berlebihan, melainkan membimbing mereka.
- Edukasi tentang Bahaya Konten Radikal: Ajak anak berdiskusi secara terbuka. Ajari mereka untuk mengenali ciri-ciri konten radikal dan menolak pengaruh negatif tersebut.
- Perkuat Literasi Digital: Ajarkan anak untuk berpikir kritis dan memilah informasi. Jelaskan perbedaan antara berita faktual dan propaganda. Dorong mereka untuk mencari berbagai sumber dan tidak mudah percaya pada satu sudut pandang saja.
- Ajarkan “Nalar Kritis Semu”: Waspada terhadap ilusi nalar kritis yang sering muncul dari paparan konten konspirasi. Ajak anak untuk menganalisis informasi secara logis, bukan hanya berdasarkan emosi.
Sinergi Bersama: Pemerintah, Platform, dan Masyarakat
Melindungi anak dari dampak gadget kepada anak yang mengarah pada radikalisme bukanlah tugas individu semata, melainkan memerlukan sinergi seluruh elemen masyarakat.
- Pemerintah dan Penegak Hukum:
- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bekerja sama dengan BNPT dan Densus 88 AT Polri untuk memblokir konten negatif, melakukan patroli siber, dan menangani berita bohong.
- BNPT juga gencar melakukan program literasi digital yang menyasar sekolah-sekolah dan kampus, serta membentuk Duta Damai BNPT yang digerakkan oleh kaum milenial untuk menyebarkan pesan perdamaian dan kontra-narasi di dunia maya.
- Platform Media Sosial: Meski sudah memiliki standar komunitas dan berinvestasi pada teknologi (AI/manual review) untuk menghapus konten radikal, mereka tetap membutuhkan kolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat sipil.
- Masyarakat: Setiap individu memiliki andil dalam mencegah penyebaran konten radikal. Kita bisa melaporkan konten berbahaya, serta memberikan ruang bagi suara-suara kritis dari kalangan muda sendiri untuk menentang paham radikal.
Dengan upaya bersama, kita berharap anak-anak dapat tumbuh dengan aman, cerdas, dan bebas dari pengaruh negatif algoritma radikal yang berbahaya. Mari kita bentengi anak kita dengan pengetahuan, literasi digital, dan komunikasi yang sehat, agar mereka menjadi generasi muda yang cerdas dan bertanggung jawab di era digital ini.
FAQ
Tanya: Apa yang dimaksud dengan “wabah algoritma radikal di media sosial”?
Jawab: Ini adalah penyebaran konten ekstrem dan propaganda berbahaya yang semakin mudah menguasai linimasa pengguna media sosial karena cara kerja algoritma.
Tanya: Mengapa anak-anak lebih rentan terhadap pengaruh algoritma radikal di media sosial?
Jawab: Anak-anak rentan karena nalar kritis mereka belum terasah sempurna, sehingga lebih mudah terpapar dan terpengaruh oleh konten ekstrem yang disajikan.
Tanya: Bagaimana algoritma media sosial bisa menyebarkan konten radikal?
Jawab: Algoritma dirancang untuk membuat pengguna betah berlama-lama dengan menyajikan konten yang relevan dengan minat mereka, termasuk minat yang mengarah pada konten ekstrem.