AI dan Gelombang PHK Massal: Benarkah Manusia Makin Tergantikan?

Dipublikasikan 19 Agustus 2025 oleh admin
Teknologi Dan Gadget

Yogyakarta, zekriansyah.com – Akhir-akhir ini, berita tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal rasanya semakin sering kita dengar. Obrolan di warung kopi hingga media sosial ramai membahas nasib para pekerja. Banyak yang bertanya-tanya, apakah ini pertanda bahwa peran manusia di dunia kerja memang sedang digantikan oleh teknologi, khususnya Kecerdasan Buatan (AI)? Mari kita selami lebih dalam fenomena ini, mencari tahu bukti-bukti yang ada, dan apa yang bisa kita persiapkan.

Kita semua tentu merasa was-was. Dulu, pekerjaan yang kita anggap aman kini mulai tergerus. Apakah ini hanya ketakutan belaka, atau memang ada bukti nyata bahwa robot dan AI mulai mengambil alih? Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa gelombang PHK massal terus meningkat, bagaimana peran AI dalam perubahan ini, dan yang paling penting, apa yang bisa kita lakukan untuk tetap relevan di tengah disrupsi teknologi.

Tren PHK Massal di Indonesia: Bukan Sekadar Angka

Fenomena PHK massal bukanlah hal baru di Indonesia, namun belakangan ini skalanya terasa semakin besar dan merata di berbagai sektor. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) cukup mencengangkan. Sepanjang semester pertama 2024 saja, lebih dari 101.536 pekerja di seluruh Indonesia mengalami PHK. Angka ini melonjak drastis dibanding tahun sebelumnya.

Provinsi seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah menjadi wilayah dengan jumlah pekerja terdampak PHK tertinggi. Sektor manufaktur, khususnya industri garmen dan tekstil, seringkali menjadi penyumbang angka terbesar. Namun, tak hanya itu, sektor jasa dan pertanian pun turut merasakan dampaknya.

Beberapa nama perusahaan besar juga tak luput dari gelombang ini. Misalnya, GoTo Group pada November 2022 melakukan PHK terhadap lebih dari 1.000 karyawannya. Tren ini berlanjut hingga awal 2025, dengan laporan PHK di PT Sritex yang memangkas lebih dari 10.000 karyawan akibat kepailitan, serta rencana penutupan pabrik Sanken di Cikarang dan dua pabrik piano Yamaha di Indonesia.

Penyebabnya beragam, mulai dari restrukturisasi organisasi, perlambatan pertumbuhan ekonomi global, penurunan permintaan pasar, hingga persaingan yang makin ketat. Namun, satu faktor yang semakin mendominasi adalah otomatisasi dan adopsi teknologi canggih seperti AI.

Kecerdasan Buatan (AI): Ancaman atau Peluang Baru?

Inilah inti dari kekhawatiran banyak orang: apakah AI benar-benar menjadi penyebab utama PHK massal?

Bukti Manusia Digantikan oleh AI

Laporan dari Forum Ekonomi Dunia (WEF) pada tahun 2025 mengungkapkan bahwa sekitar 41 persen pemberi kerja berniat mengurangi jumlah tenaga kerja mereka karena AI telah mengotomatisasi tugas-tugas tertentu. Ini bukan lagi sekadar prediksi, tapi sudah menjadi niat yang konkret.

Contoh nyata terjadi di industri game. Perusahaan pengembang gim legendaris Candy Crush, King (anak perusahaan Activision Blizzard), dilaporkan telah memangkas ratusan pekerja dari divisi pengembangan dan desain gim. Ironisnya, posisi mereka mulai digantikan oleh sistem AI generatif untuk mempercepat proses produksi. Juru bicara King bahkan menyatakan, “Kami melihat peluang untuk meningkatkan efisiensi tim melalui teknologi baru, termasuk kecerdasan buatan. Kami paham keputusan ini sulit, namun ini langkah penting untuk mempertahankan daya saing.”

Tak hanya King, perusahaan teknologi global seperti Dropbox dan Duolingo juga secara terang-terangan menyebut AI sebagai alasan di balik pemutusan hubungan kerja yang mereka lakukan. Bahkan, beberapa pekerjaan yang sebelumnya dianggap “aman” kini masuk daftar yang paling cepat menurun jumlahnya, seperti:

  • Petugas layanan pos
  • Sekretaris eksekutif
  • Petugas penggajian
  • Desainer grafis
  • Sekretaris hukum

Ini menunjukkan bagaimana kemampuan GenAI dalam pekerjaan berbasis pengetahuan telah berkembang pesat, sehingga dapat mengambil alih tugas-tugas yang dulu memerlukan sentuhan manusia.

AI Sebagai Peluang: Kolaborasi Manusia-Mesin

Meski AI membawa tantangan besar, penting untuk melihat sisi lain dari koin ini. WEF juga mencatat bahwa 77 persen perusahaan justru berencana untuk meningkatkan keterampilan dan melatih ulang pekerja mereka antara tahun 2025-2030 agar dapat bekerja lebih baik bersama AI. Ini menunjukkan bahwa tujuan utama AI bukanlah sepenuhnya menggantikan, melainkan menjadi alat yang mengaugmentasi atau meningkatkan kemampuan manusia melalui kolaborasi.

Keterampilan yang berakar pada interaksi manusia, seperti empati, mendengarkan secara aktif, kemampuan memproses sensorik, ketangkasan manual, daya tahan, dan ketepatan, masih menjadi keunggulan manusia yang belum bisa dimiliki AI.

Justru, di era AI ini, muncul lapangan kerja baru yang bahkan belum ada beberapa tahun lalu. Profesi-profesi ini berpusat pada pemanfaatan data dan AI untuk membantu perusahaan mengambil keputusan, mengoptimalkan proses, atau menciptakan layanan yang lebih cerdas. Beberapa di antaranya adalah:

  • Data Analyst: Mengumpulkan, menyusun, dan menganalisis data untuk mengidentifikasi pola yang membantu pengambilan keputusan strategis. Mereka adalah “penerjemah” data menjadi wawasan.
  • Machine Learning Specialist: Membantu mesin belajar dari data dan membuat keputusan sendiri tanpa perlu diprogram secara eksplisit. Mereka merancang sistem AI yang bisa mendeteksi penipuan atau mendiagnosis penyakit.
  • AI Modelling Specialist: Berfokus pada bagaimana model kecerdasan buatan dapat dioptimalkan agar lebih akurat dan efisien. Mereka memastikan chatbot lebih natural atau sistem keamanan siber bekerja maksimal.

Di Indonesia sendiri, penerapan AI telah terlihat di berbagai sektor. Di pertanian, AI digunakan untuk memprediksi cuaca dan mengoptimalkan irigasi, yang bahkan meningkatkan produktivitas hingga 20% dalam proyek percontohan di Jawa dan Sumatra. Di sektor kesehatan, AI membantu analisis data pasien dan prediksi penyakit, mengurangi beban kerja tenaga medis. Sementara di e-commerce, AI digunakan untuk personalisasi rekomendasi produk dan optimasi logistik.

Menghadapi Badai PHK dan Era AI: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Melihat dinamika ini, jelas bahwa adaptasi adalah kunci untuk bertahan. Ini bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan pekerja.

Peran Individu: Tingkatkan Keterampilan!

Bagi kita sebagai pekerja, ini adalah saatnya untuk proaktif. Jangan menunggu di-PHK baru bergerak. Fokuslah pada reskilling (mempelajari keterampilan baru sepenuhnya) dan upskilling (meningkatkan keterampilan yang sudah ada). Pelajari keterampilan digital dan yang berhubungan dengan AI. Ada banyak kursus daring gratis atau terjangkau yang bisa dimanfaatkan.

Peran Perusahaan: Investasi pada SDM

Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mencari efisiensi, tetapi juga berinvestasi pada sumber daya manusia mereka. Ini bisa dilakukan dengan:

  • Program Pelatihan dan Reskilling: Memfasilitasi karyawan untuk mempelajari keterampilan baru yang relevan dengan kebutuhan industri di era digital.
  • Transparansi dan Bantuan Transisi: Jika PHK memang tak terhindarkan, lakukan secara transparan dan berikan bantuan transisi yang layak bagi pekerja terdampak.

Peran Pemerintah: Kebijakan yang Responsif dan Adaptif

Pemerintah memegang peran krusial dalam menciptakan ekosistem yang kondusif. Ini termasuk:

  • Merancang Kebijakan AI yang Jelas: Membuat roadmap dan regulasi yang responsif terhadap perkembangan AI, memastikan pemanfaatannya bertanggung jawab dan menciptakan ekosistem yang baik.
  • Mendukung Biaya Upskilling: Seperti yang diusulkan oleh serikat pekerja, biaya pelatihan dan peningkatan keterampilan seharusnya tidak sepenuhnya dibebankan kepada individu, melainkan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan perusahaan.
  • Meninjau Ulang Regulasi Ketenagakerjaan: Menciptakan kebijakan yang lebih adaptif, seperti work-sharing atau insentif pajak bagi perusahaan yang mempertahankan tenaga kerja, serta memastikan regulasi tidak merugikan hak-hak pekerja.
  • Mendorong Investasi dan UMKM: Menciptakan iklim usaha yang stabil untuk menarik investasi dan memperkuat dukungan bagi UMKM, yang merupakan penyerap tenaga kerja besar.

Penting juga bagi pemerintah untuk memastikan bahwa AI tidak dijadikan “kedok” semata untuk melakukan PHK massal demi efisiensi biaya, tanpa adanya upaya nyata untuk mengadaptasi tenaga kerja.

Kesimpulan: Bersiap Menghadapi Masa Depan Pekerjaan

Gelombang PHK massal yang kita alami saat ini memang kompleks, dipicu oleh berbagai faktor ekonomi dan dipercepat oleh perkembangan Kecerdasan Buatan (AI). Meskipun ada pekerjaan yang terancam, AI juga membuka peluang kerja baru yang menjanjikan.

Masa depan pekerjaan di era AI akan sangat bergantung pada seberapa cepat kita semua — individu, perusahaan, dan pemerintah — dapat beradaptasi dan berkolaborasi. Dengan investasi pada manusia, pendidikan yang relevan, serta kebijakan yang mendukung, kita bisa memastikan bahwa AI menjadi alat yang memperkuat, bukan menggantikan, tenaga kerja Indonesia. Mari bersama-sama mempersiapkan diri, terus belajar, dan beradaptasi demi masa depan pekerjaan yang lebih stabil dan inklusif.

FAQ

Tanya: Apakah AI benar-benar menjadi penyebab utama gelombang PHK massal di Indonesia?
Jawab: Meskipun AI berkontribusi pada perubahan lanskap pekerjaan, gelombang PHK massal juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi lain dan efisiensi operasional perusahaan.

Tanya: Sektor pekerjaan apa saja yang paling rentan terdampak oleh kemajuan AI?
Jawab: Pekerjaan yang bersifat repetitif, manual, dan membutuhkan analisis data sederhana lebih rentan digantikan oleh AI.

Tanya: Apa yang bisa dilakukan pekerja untuk tetap relevan di era AI?
Jawab: Pekerja perlu meningkatkan keterampilan, fokus pada kemampuan kognitif tingkat tinggi, kreativitas, dan adaptabilitas.